Masih membekas di pikiran kita tentang peristiwa dugaan bunuh diri yang dilakukan Hana Kimura, seorang pegulat wanita sekaligus bintang reality show Terrace House berusia muda akibat cyberbullying yang diterimanya. Dan pada akhir September lalu, dua gadis muda di Jepang pun ditemukan meninggal setelah melompat dari atap sebuah hotel di Jepang. Salah satu dari dua gadis tersebut adalah seorang anggota idol group kecil yang masih berumur 18 tahun dan beberapa hari sebelum bunuh diri, ia mengunggah sebuah post berisi “curhatan” tentang bunuh diri akibat cyberbullying, mengingatkan kita akan Hana Kimura.
Dilansir dari Japan Today, gadis yang mengunggah semua curhatannya di media sosial dengan nama Noa Tsukino ini dikenal oleh beberapa circle anak muda di Nagoya, Prefektur Aichi, tempat di mana insiden ini terjadi.
Unggahan yang mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidupnya pada September lalu tersebut dihujani komentar-komentar toxic, salah satunya mengatakan, “Kau hanya berpura-pura.”
Pada 27 September, Tsukino mengunggah pesan terakhirnya yang merespon komentator toxic tersebut. Dalam unggahan tersebut, ia mengucapkan terima kasih pada teman dan orang-orang yang ia cintai serta mengonfirmasi keputusannya untuk mengakhiri hidupnya.
"Hal yang akan aku lakukan berikutnya adalah memastikan aku mati."
Tsukino pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di tengah sibuknya kota Nagoya pada 30 September lalu bersama dengan seorang teman perempuannya. Dalam pesan bunuh diri yang ditinggalkannya, ia mengungkapkan bahwa cyberbullying adalah alasan ia mengakhiri hidupnya.
Pada 1 Oktober, sesaat setelah media melaporkan kejadian tersebut, ibu Tsukino mengonfirmasi kematian putrinya. Berita itu disambut dengan curahan duka di antara orang-orang muda di dunia maya, dengan mayoritas mengeluh mengapa gadis malang itu tidak bisa diselamatkan.
Netizen pun mulai mengungkapkan kemarahan mereka terhadap orang-orang yang mengritik Tsukino, terutama mereka yang menyebutnya “penipu” di Twitter. Kini, komentar tersebut telah dihapus. Seorang kolega Tsukino di sebuah maid cafe tempat Tsukino bekerja part-time pun menjadi target netizen, seorang YouTuber bahkan mengunggah video sang gadis dipaksa untuk berlutut dan meminta maaf.
Namun, ibu Tsukino yang sadar bahwa perlakuan balas dendam tersebut hanya akan memakan lebih banyak korban, memohon agar semua itu dihentikan.
"Ini bukan hal yang diinginkan putriku,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Jepang tengah berusaha menetapkan hukum terkait cyberbullying di Jepang setelah meninggalnya Hana Kimura dengan cara mengurangi prosedur agar korban cyberbullying dapat lebih mudah mengidentifikasi orang-orang yang mengunggah post kejam di internet.
Panel kementerian komunikasi Jepang telah menerima lebih dari 5.000 keluhan tentang kekerasan di dunia maya termasuk pencemaran nama baik pada tahun fiskal 2019, empat kali lipat lebih banyak dari tahun fiskal 2010. Kini, pemerintah berencana untuk mengajukan RUU untuk merevisi undang-undang saat ini ke sidang parlemen tahun depan.
Sementara itu, Chiki Ogiue, seorang kritikus Jepang yang berpengalaman dalam masalah cyberbullying, mengatakan bahwa cyberbullying bisa terus menyebabkan tragedi yang sama, kecuali platform media sosial mengambil tindakan yang lebih proaktif.
“Perlu ada sistem yang mengevaluasi kesesuaian unggahan kejam,” ujarnya.