Berita Jepang | Japanesestation.com

Dalam sebuah sidang parlemen yang digelar pada Kamis (4/6), pemerintah Jepang menyetujui bahwa para korban cyberbullying memiliki hak untuk meminta operator sosial media, situs, dan penyedia layanan internet untuk mengungkap nama dan nomor telepon orang-orang yang membuat komentar tidak mengenakkan.

Namun, hal ini menimbulkan perdebatan. Sementara panel yang digelar kementerian komunikasi membahas bagaimana cara mempermudah proses perilisan informasi yang mengarah untuk mengidetinfikasi pengguna anomim yang mengunggah komentar-komentar kejam, beberapa anggota kementerian khawatir hal ini dapat melanggar kebebasan berpendapat.

Usaha-usaha pemerintah Jepang dalam meningkatkan cara untuk melawan cyberbullying ini dilakukan setelah tragedi bunuh diri Hana Kimura (22), seorang pegulat sekaligus castTerrace House,” reality show populer Netflix. Sebelum meninggal, Kimura yang menjadi target cyberbullying mendapat berbagai pesan-pesan kejam di media sosialnya. Wanita muda itu mengunggah fotonya di Instagram dengan caption, “Maafkan aku,” sesaat sebelum ditemukan tewas pada 23 Mei lalu.

Hana Kimura ( www.f4wonline.com )
Hana Kimura ( www.f4wonline.com )

Menurut hukum saat ini, setiap korban harus melalui berbagai proses pengadilan sebelum dapat mengidentifikasi individu yang membuat ujaran-ujaran kebencian untuk mereka. Hal inilah yang membuat para korban menyerah. Karena itu, untuk menyederhanakan proses tersebut, kementerian menyiapkan panel pada bulan April untuk membahas perubahan aturan hukum terkait.

Operator layanan media sosial biasanya memang tidak memiliki nama dan alamat individu yang mengunggah pesan-pesan kejam tersebut. Karena itu, para korban beralih ke penyedia layanan internet untuk mendapatkan informasi terkait kapan unggahan-unggahan tersebut dibuat dan rincian lainnya yang disediakan oleh operator media sosial. Sayangnya, kebanyakan penyedia layanan menolak untuk memberikan informasi  tersebut karena menurut mereka, tidak terlihat adanya pelanggaran hak asasi manusia pada korban.

Jika nomor telepon pelaku terungkap, pengacara dapat memperoleh bukti dan bisa mengidentifikasi individu yang membuat pesan-pesan kejam.

Hingga kini, kementerian telah menerima lebih dari 5.000 pengaduan tentang berbgai penyalahgunaan internet, termasuk berbagai kasus pencemaran nama baik pada tahun fiskal 2019. Angka tersebut naik sekitar empat kali lipat dari tahun fiskal 2010. Untuk menekan angka tersebut, perubahan undang-undang terkait cyberbullying ini direncanakan akan rampung akhir tahun ini.