Berita Jepang | Japanesestation.com

Permintaan pada pemerintah Jepang untuk menggelar tes polymerase chain reaction (PCR) guna mengonfirmasi orang-orang yang tak terinfeksi virus corona dan menyediakan bukti diagnosa negatif meningkat.  

Dilansir dari Mainichi, melakukan tes PCR memang dianggap kebutuhan medis pribadi dan biayanya tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan, dengan biaya untuk satu kali pemeriksaan mencapai 20.000 hingga 40.000 yen (sekitar 2 hingga 6 juta rupiah). Namun, meski harganya cukup mahal, permintaan tes ini meningkat, terutama di kalangan pebisnis yang bepergian ke luar negeri. 

Meskipun begitu, isu terkait hasil negatif yang keliru dan membuat orang yang sebenarnya positif tertular virus corona mendapat hasil negatif ikut mencuat. Banyak ahli medis Jepang yang menyayangkan hal ini.  

Meningkatnya permintaan sudahmulai terlihat. Saat klinik internist Nihonbashi Reiwa di Distrik Chuo menawarkan tes PCR pada 11 Juli lalu, klinik ini menerima berbagai permintaan, seperti, “Tolong lakukan tes PCR bagi karyawan kami,” hingga "Dapatkah kalian mengeluarkan sertifikat negatif?" 

Klinik ini bekerja hanya dengan menggunakan sampel saliva dan mengirimkannya ke perusahaan tes yang memiliki kontrak dengan mereka. Pasien yang mengalami demam atau gejala lain yang membuat mereka diduga tertular virus corona dapat menggunakan asuransi kesehatan mereka untuk mengikuti tes dan bantuan keuangan publik membuat tes tersebut gratis. Meskipun begitu, klinik tersebut memungut biaya 27.000 yen untuk membuktikan diagnosis negatif karena hal itu tidak ditutupi oleh asuransi kesehatan. 

Hasil tes akan selesai keeseokan harinya dan disampaikan via sebuah aplikasi. Dankarena klinik ini tak dapat menjamin hasil tersebut benar 100%, mereka mengingatkan agar para pasien agar tidak mengabaikan aktivitas pencegahan infeksi mereka.  

Satu setengah bulan berikutnya, klinik ini telah memproses sekitar 1.000 tes. Kebanyakan dari tes tersebut merupakan permintaan dari berbagai sektor bisnis dan beberapa di antarnya dilaporkan positif. Ada juga contoh di mana sebuah perusahaan melihat salah satu pekerjanya positif, tetapi pusat kesehatan umum mengatakan "tidak ada orang yang kontak langsung dengan orang yang terinfeksi." Meskipun begitu, sebagai tindakan pencegahan, perusahaan memilih untuk menguji semua karyawan yang bekerja di lantai yang sama dengan orang yang terinfeksi tersebut. 

Kepala klinik, Hiroyuki Iuchi (36), mengatakan, "Artinya, orang menginginkan ketenangan pikiran, meskipun itu membutuhkan biaya. Ada beberapa kasus perusahaan dan rumah sakit di luar ibu kota yang meminta orang-orang yang datang dari Tokyo untuk menunjukkan bukti bahwa mereka tidak terinfeksi, meskipun begitu, dari beberapa orang yang telah menjalani tes, ada yang beranggapan bahwa mereka sudah ‘negatif’,” ujarnya pada Mainichi Shimbun. 

Intinya, telah terjadi peningkatan permintaan tes PCR terutama di kota-kota besar dengan berbagai fasilitas medis yang menawarkan bukti hasil tes negatif. Hal ini dilatarbelakangi oleh peningkatan ketentuan di perusahaan pengujian. 

Menurut Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan, sekitar 700.000 tes PCR telah terdaftar di Jepang pada Agustus, melambung tinggi dibanding bulan April lalu yang berjumlah 220.000 tes. Perusahaan pengujian swasta pun mengatakan bahwa naiknya permintaan tes mencapai 50%.  

Perusahaan pengujian SRL Inc., yang berada di Distrik Shinjuku dan mulai menggunakan peralatan tes PCR otomatis asal Switzerland pada Mei lalu dan biasa melakukan 1.000 tes per harinya kini melakukan 5.600 tes per harinya. Menanggapi hal ini, induk perusahaan SRL Inc. Mengatakan, “Tes untuk tujuan kesehatan memang diprioritaskan, namun kami juga menerima beberapa tes yang tidak dibiayai oleh asuransi kesehatan. Kami bertekad untuk mengerjakan 10.000 tes per hari mulai Oktober mendatang."