Berita Jepang | Japanesestation.com

Tingkat penyebaran virus COVID-19 di klaster pusat penahanan imigrasi Tokyo di Distrik Minato yang menjadi klaster pertama di fasilitas penahanan imigrasi bagi penduduk asing yang kehilangan status kependudukan mereka, kini meningkat dan telah menyebar ke lebih dari 40% tahanan.

Per 3 Maret lalu, 58 tahanan di fasilitas tersebut terinfeksi sejak Februari. Staf yang terinfeksi pun menambah jumlah total kasus menjadi 64.

Untuk mengetahui keadaan terkini dalam fasilitas tersebut, simak wawancara via telepon yang dilakukan Mainichi Shinbun dengan salah seorang tanahan yang terinfeksi berikut.

imigrasi jepang covid-19 japanesestation.com
Badan Imigrasi Tokyo yang lantai empatnya digunakan sebagai fasilitas penahanan pada 21 Februari 2021 (Mainichi/Asako Takeuchi)

Di lantai 4 Tokyo Regional Immigration Bureau, 105 pria dan 27 wanita tinggal dalam blok berbeda dan ditahan dalam kamar individual dan shared room. Infeksi sendiri menyebar di seksi pria di pusat penahanan tersebut. Pada 14 Februari lalu, 2 tahanan dan satu orang staf mulai merasa tidak enak badan, dan pada esoknya, 5 orang termasuk 3 orang tersebut terbukti positif terjangkit COVID-19.

Fasilitas tersebut sebenarnya telah melakukan langkah pencegahan seperti memisahkan orang-orang yang positif dan negatif COVID-19 dlaam blok berbeda serta melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) pada semua tahanan. Sayangnya, virus tetap menyebar. Meski hingga kini belum ada yang mengalami gejala serius, 2 orang yang menderita gangguan kesehatan telah dikirimkan ke rumah sakit, sesuai dengan instruksi dari pusat kesehatan. Dan pada 3 Maret lalu, seluruh tahanan wanita dipindahkan ke fasilitas imigrasi lain.

Para tahanan pun kini hidup di tengah kekhawatiran. Pasalnya, pada Januari lalu, seorang pria asal Timur Tengah mengeluh bahwa tenggorokannya nyeri dan mengalami beberapa gejala lain seperti tak mampu mengecap rasa. Ia pun segera memberi tahu para staf bahwa ia mungkin terkena COVID-19 dan meminta agar mereka segera menangani dan mencegah virus tersbeut menyebar. Namun, seorang pekerja di fasilitas tersebut hanya berkata, “ya,” dan tidak menanggapi situasi tersebut dengan serius. Ia pun dinyatakan resmi terjangkit COVID-19 pada 17 Februari lalu.

imigrasi jepang covid-19 japanesestation.com
Badan Imigrasi Tokyo yang lantai empatnya digunakan sebagai fasilitas penahanan pada 21 Februari 2021 (NHK)

Pria tersebut akhirnya dipindahkan ke sebuah ruang tatami terpisah dan dikunjungi sekitar 3-4 kali per hari. Para staf uang mengenakan baju hazmat akan mengukur suhu dan saturasi oksigen dalam darahnya.  Ia mengalami demam tinggi, mencapai 38o C, batuk parah, sulit bernafas, dan sulit bergerak karena kelelahan.  

Di blok tempat orang-orang yang positif terjangkit dirrawat, ia dapat menderangar tahanan lain batuk parah. Ia juga diberi satu masker setiap harinya, namun kamarnya tak memiliki desinfektan, meski staf akan memberinya jika ia membutuhkannya.

Pria tersebut memang harus berpindah dari satu negara ke negara lain karena terlibat kegiatan aktivisme terjadap pemerintahan negaranya dan akhirnya tiba di Jepang sekitar 10 tahun lalu. Ia juga telah mencoba untuk mendaftarkan diri dalam program suaka sebanyak dua kali, namun ia ditolak.

"Sangat sulit dan menyedihkan. Klaster ini jarang dibicarakan dalam berita, dan rasanya orang-orang tak peduli pada kami,” ujarnya.

Penyebab penyebaran virus dalam fasilitas tersebut masi diinvestigasi hingga kini. Sebelumnya, pada musim semi 2020 lalu, saat virus mulai menyebar di Jepang, Kamenterian Kehakiman mendiskusikan bagaimana cara untuk menangani situasi terkait para imigran. Akhirnya, pedoman pencegahan pun dirilis oleh Badan Layanan Imigrasi Jepang pada Mei 2020.

Pedoman tersebut menekankan pentingnya menghindari tempat tertutup, kerumunan dan kontak jarak dekat serta mengizinkan untuk melepaskan sementara 100 hingga 500 orang tahanan di Badan Imigrasi, membuat jumlah tahanan di fasilitas tersebut menjadi 132 orang saja.

"Kami telah merespon sesuai pedoman tersebut dan mengikuti instruksi dari para dokter dan pusat kesehatan. Namun, kasus ini masih harus diinvestigasi dan kami bermaksud untuk kembali betdiskusi apakah pedoman tersebut butuh peninjauan ulang,” ujar perwakilan Badan Layanan Imigrasi.  

Menurut pernyataan Menteri Kehakiman Yoko Kamikawa pada pertemuan Komite Anggaran DPR pada 3 Maret lalu, infeksi pertama kali menyebar di lantai 3 fasilitas. Meski awalnya ada dugaan bahwa virus menyebar lewat ventilasi, investigasi menumukan tak ada masalah dengan ventilasi tersebut. Peluang penularan lewat para tahanan baru juga rendah karena mereka diisolasi terlebih dahulu selama dua minggu. Pergerakan tahanan juga dibatasi dan kini tengah diselidiki apajah staf badan imigrasi lah yang menyebarkan infeksi COVID-19.  

Sebenarnya, risiko klaster di fasilitas imigrasi telah disorot beberapa waktu sebelumnya. Pada April 2020, presiden Federasi Asosiasi Pengacara Jepang menyerukan pencabutan tindakan penahanan

"Ada banyak tahanan jangka panjang dengan kondisi kesehatan tertentu dan belum menerima perawatan. Jika infeksi muncul, hal itu akan membahayakan nyawa orang lain," ucapnya.