Berita Jepang | Japanesestation.com

Secarik kertas yang diduga sebagai pesan bunuh diri Hana Kimura, seorang pegulat wanita profesional berusia 22 tahun yang meninggal dunia pada 23 Mei lalu ditemukan di rumahnya di Tokyo pada Senin (25/5). Hal ini bersamaan juga dengan investigasi bahwa ada kemungkinan Kimura bunuh diri dengan menggunakan gas beracun di rumahnya. Dilansir dari Japan Today, tim menemukan sebuah container yang diduga menghasilkan gas beracun tersebut di kamar Kimura, bersamaan dengan beberapa pesan bunuh diri. Di pintu pun tertempel kertas dengan tulisan yang memperingatkan bahwa sedang ada gas beracun yang dihasilkan. 

Pesan yang ditinggalkan oleh pegulat yang biasa memainkan peran sebagai  "heel," atau penjahat tersebut berisi rasa terima kasihnya bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya semasa ia hidup.

Ditemukannya pesan tersebut menguatkan bunuh diri sebagai alasan di balik meninggalnya Hana Kimura yang hingga hari Sabtu lalu masih diperdebatkan. Sebelumnya, ditemukan juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pegulat muda yang memiliki darah Indonesia ini merupakan korban dari kekejaman cyber bullying.

Hana Kimura (essentiallysports.com)
Hana Kimura (essentiallysports.com)

Selain menjadi seorang pegulat, Kimura juga merupakan anggota dari "Terrace House Tokyo 2019-2020," sebuah seri reality show yang sudah tayang sejak 2012 dan diasiarkan Fuji Television. Kepopuleran acara ini juga mengundang fans-fans maniak dari luar Jepang setelah ditayangkan melalui layanan video streaming Netflix, lengkap dengan subtitle bahasa Inggris.  

Dalam seri terbarunya yang telah tayang sejak Mei 2019 ini, ada 3 wanita dan 3 pria yang tinggal dalam satu atap di sebuah rumah di Tokyo. Dalam seri yang menurut Netflix ditayangkan tanpa skrip sama sekali ini, para cast berusaha untuk “mencari cinta sambil hidup bersama”.

Hana Kimura dalam Terrace House (7news.com.au)
Hana Kimura dalam Terrace House (7news.com.au)

Namun, Kimura yang ikut menjadi cast sejak September tahun lalu mendapat banyak ujaran kebencian dan berbagai kritik kejam di media sosial. Dalam pesan-pesan kejam tersebut, para pem-bully mengkritik perilakunya di reality show tersebut, terutama setelah salah satu episode yang tayang pada bulan Maret lalu di mana ia kehilangan kesabaran.

Dalam episode tersebut, seorang cast pria terlihat merusak salah satu kostum gulat mahal milik Kimura setelah tak sengaja menyatukannya dengan pakaiannya dan mencucinya dengan mesin cuci. Melihat hal tersebut, Kimura marah dan mengatakan, "Lain kali, perhatikan (barang milik) orang lain" sebelum menarik topi milik cast pria tersebut.

Setelah episode itu tayang, ia mulai mendapat cuitan-cuitan kejam dari fans-fans maniak. Beberapa bahkan mengatakan, "Semuanya akan bahagia jika kamu pergi selamanya," dan "Tidak usah tampil lagi di TV."

Di hari kematiannya, gadis asal Yokohama ini mengungkapkan kesedihannya lewat akun Twitternya,

"Setiap harinya aku menerima sedikitnya 100 komentar yang membuatku sakit hati”

Ia juga sempat menulis ungkapan terima kasihnya pada ibunya, "Ibu, terima kasih sudah melahirkanku. Aku ingin disayangi dalam hidup ini."

Lewat akun Instagram, Kimura mengunggah sebuah foto dirinya bersama seekor kucing kesayangannya dengan pesan, "Aku mencintaimu, tolong jalani hidup panjang dan menyenangkan. Maafkan aku," beberapa jam sebelum kematiannya dikonfirmasi oleh pihak rumah sakit.

Sebelumnya, Fuji TV  memang telah menghentikan proses shooting  untuk mencegah penyebaran COVID-19. Namun setelah meninggalnya Kimura, saluran ini memutuskan untuk menghentikan penyiaran sebuah episode pada Selasa (26/5) dan pendistribusian 2 episode di Netflix pada 2 Juni mendatang.

Kasus cyber bullying yang menimpa Kimura ini memicu protes dari masyarakat pada pemerintah terkait perlindungan penduduk dari perundungan. Hal ini membuat politikus Jepang kembali menegaskan bahwa mereka akan menangani masalah ini. Hal tersebut diungkapkan oleh kepala urusan Diet dari Partai Demokrat Liberal, Hiroshi Moriyama dan Jun Azumi, kepala urusan Diet dari partai oposisi Partai Demokratik Konstitusional Jepang. Keduanya setuju untuk mendiskusikan beberapa peraturan  untuk mencegah cyber bullying kembali terjadi.

"Ini merupakan tugas penting bagi anggota legislatif untuk membuat kehidupan penduduk lebih nyaman tanpa adanya kasus semacam itu," ujar Moriyama.

"Kami akan berusaha menyelesaikan peraturan dan undang-undang tersebut pasa musim gugur nanti," ujar Azumi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Sekretaris Kabinet, Yoshihide Suga. Setelah mengucapkan rasa bela sungkawanya pada sebuah konferensi pers pada Senin, 25 Mei lalu, ia mengatakan bahwa para peneliti di Kementerian Urusan Internal dan Komunikasi tengah mendiskusikan cara untuk mencari orang-orang yang membuat ujaran kebencian dan fitnah di dunia maya.

 "Kami akan segera bertindak sesuai dengan hasil diskusi tersebut,” pungkasnya.

Sumber:

Mainichi Shimbun 

Japan Today