Berita Jepang | Japanesestation.com

Berbanding terbalik dengan isu corona divorce akibat terlalu lama menghabiskan waktu di rumah bersama-sama dengan pasangan yang sempat mencuat pada bulan Maret dan April lalu, sepertinya pandemi virus corona malah mendekatkan keluarga yang berujung pada turunnya tingkat perceraian di Jepang. Memang, jika dipikir-pikir, terperangkat di tempat yang sama setiap harinya — orang tua bekerja di ruang tamu dan anak-anak diam di rumah karena sekolah libur, orang-orang pun percaya bahwa tingkat perceraian akan meningkat drastis. Berbagai sumber berita di Jepang pun menulis artikel tentang corona divorce” yang akan terjadi, di mana pasangan yang telah menikah menyadari kalau mereka tidak cocok dan stress terus bersama seharian.  

Namun, Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang baru saja merilis data statistic terkait angka perceraian dari Januari hingga Juni tahun ini.Dari data tersebut, diperoleh total 100.122 perceraian terjadi pada periode tersebut. Memang terdengar banyak, namun nyatanya, jumlah tersebut menurun sekitar 10.923 kasus di periode yang sama pada tahun lalu. Artinya, berkurang sekitar 9,8%, perubahan yang sangat signifikan!

angka perceraian Jepang menurun japanesestation.com
Ilustrasi pasangan Jepang yang akur (pakutaso.com)

Memang sepertinya ada efek “corona divorce” ya, namun bukannya meningkat, tapi malah menurun!

Dan tentu saja netizen Jepang pun mulai berspekulasi terkait apakah yang menjad penyebab kejadian ini:

“Yah, jika pasangan tidak bisa ke luar rumah, berarti akan lebih banyak “sexy times” kan?”

“Aku merasa bahwa kita malah akan mendapat ‘corona baby boom’ dibanding perceraian.”

“Bekerja di rumah membiarkan kita berkomunikasi lebih baik dan waktu bersama pun lebih banyak, jadi tidak aneh.”

“Istilah ‘corona divorce’ hanya kebohongan viral dari media massa.”

Mungkin kamu pernah membaca suatu kasus di mana karantina bersama malah membuat pasangan kembali jatuh cinta, jadi sepertinya penurunan angka perceraian bisa terjadi karena itu, Bisa juga karena adanya jarak lah yang membuat mereka stres dan ingin bercerai, sehingga saat bersama seperti ini, suasana kembali menghangat.

Namun, perwakilan dari kementerian memiliki alasan lebih logis terkait penurunan angka perceraian tersebut.

 “Semua aktivitas masyarakat kini tengah di-lockdown, jadi mungkin saja banyak pasangan yang menunggu suasana “mencair” dan lebih aman untuk melalui semua proses sebelum akhirnya bercerai,” ujarnya.

Tentunya hal tersebut terdengar mengerikan dan tidak romantis sama sekali, tapi lebih realistis di saat yang sama. Nah, apakah setelah keadaan mulai aman nanti akan muncul divorce boom? Atau malah baby boom? Kita lihat saja nanti.