Berita Jepang | Japanesestation.com

Usia 50-60 tahunan mungkin menjadi saat yang ditunggu-tunggu bagi para pekerja. Ya, mereka akan memasuki masa pensiun. Di dalam bayangan para pasangan yang telah menikah, masa pensiun adalah saat yang tepat bagi mereka untuk kembali menikmati hari tuanya bersama-sama. Namun, nyatanya hal ini tidak berlaku bagi wanita Jepang. Mengapa? Ternyata, wanita Jepang kerap menderita suatu sindrom yang disebut “sindrom suami pensiun.” Apakah itu?

Dilansir dari BBC, sindrom suami pensiun (主人在宅ストレス症候群, Shujin Zaitaku Sutoresu Shoukougun, atau "Sindrom stress saat suami ada di rumah") adalah sebuah penyakit stress psikosomatik yang terjadi pada 60% dari wanita Jepang berusia 50-60 tahunan. Kondisi ini menyebabkan seorang wanita mulai mengalami gejala gangguan fisik dan depresi karena suami mereka mencapai atau mendekati masa pensiun.

sindrom suami pensiun stress Jepang japanesestation.com
Ilustrasi pasangan pensiunan Jepang (doctors-me.com)

Ya, bukan hanya gangguan mental seperti stress dan depresi, sindrom ini juga membuat penderitanya mengalami gejala gangguan fisik. Seperti berikut:

  • Ruam
  • Pegal-pegal
  • Bisul
  • Tekanan darah tinggi
  • Asma
  • Depresi
  • Perasaan sakit fisik saat berada di dekat suami.

Dilansir dari Japan Powered, sindrom ini dapat dikaitkan dengan dinamika antara pekerjaan dan keluarga di Jepang. Jepang masih memiliki budaya “kolot” di mana pria harus mencari nafkah dan wanita diharapkan mengurus urusan rumah tangga. (sempat dibahas dalam artikel Kencan di Jepang: Siapa yang Membayar?). Nah, di Jepang, saat seorang pria pensiun, ia menganggap anggota keluarganya adalah pekerja. Tak hanya itu, karena ia selalu bekerja, ia seperti “orang asing” bagi istri dan anaknya. Mantan salaryman di Jepang pun kerap kehilangan identitas saat ia pensiun. Karena itu, ia mencoba untuk mencari identitas baru melalui istri dan rumahnya. Hal ini berpotensi membuat ia “menempel” pada keluarganya.

Mungkin bagi sebagian dari kalian itu biasa bagi pria yang ingin bermanja-manja setelah pensiun. Tapi, coba lihat dari sudut pandang wanita. Mereka biasanya cerdas dan tangguh, tetap bisa memiliki waktu untuk dirinya sendiri sambil mengurus rumah dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Namun, tiba-tiba suaminya pensiun dan berada di rumah sepanjang hari. Dan di negara Asia, budaya patriarki masih kental. Artinya, banyak suami yang mewajibkan agar sang istri menuruti semua permintannya tanpa terkecuali, tak heran jika sang istri stress (atau bertambah stress?)

Ishin Denshin Mempengaruhi Sindrom?

sindrom suami pensiun stress Jepang japanesestation.com
Ilustrasi pasangan pensiunan Jepang (doctors-me.com)

Ishin denshin adalah sebuah konsep di mana pasangan yang telah menikah untuk waktu yang lama dapat memahami satu sama lain tanpa kata-kata. Meski memang bisa saja terjadi, konsep ishin denshin bisa menambah stress yang dialami istri yang telah menderita sindrom suami pensiun. Konsep ini juga mencegah pasangan untuk membahas apa yang mereka butuhkan dan mereka akan menganggap bahwa mereka tahu apa yang mereka butuhkan. Hubungan yang sehat tentu membutuhkan komunikasi yang baik, apalagi jika salah satu pasangan bekerja dan menjadi “orang asing” dalam keluarganya sendiri. Tanpa adanya komunikasi, pasangan tak akan saling mengerti.

Solusi

sindrom suami pensiun stress Jepang japanesestation.com
Ilustrasi pasangan pensiunan Jepang (doctors-me.com)

Tentu saja ada solusi dari semua ini. Sindrom ini dapat ditangani jika suami berusaha untuk mengerti apa kebutuhan istrinya. Ia tak perlu mendesak agar istrinya menuruti semua permintaannya. Suami harus membangun sebuah jaringan sosial baru dengan istri dan keluarganya, Di saat yang sama, pasangan juga harus bisa lebih mengenal satu sama lain.

Kenapa tidak cerai?

Memang, rasanya akan lebih mudah jika bercerai. Namun, sulit, Banyak wanita di Jepang yang sulit bekerja setelah menikah, karena itu, perceraian akan membuatnya kehilangan dukungan finansial. Bingung juga ya?

Pelajaran Bagi Pasangan Muda atau Belum Menikah

angka perceraian Jepang menurun japanesestation.com
Ilustrasi pasangan Jepang yang akur (pakutaso.com)

Nah, bagi pasangan muda atau kalian yang belum menikah, ada baiknya mempelajari hal-hal berikut agar sindrom ini tak terjadi, karena Jepang dan Indonesia sedikit “mirip.”

Pertama, komunikasi. Sudah disebutkan di atas kan bagaimana komunikasi sangat penting dalam menjalani hubungan? Jangan terlalu menutup diri. Kedua, jangan mendesak agar semua keinginanmu dipatuhi. Lihat apa jadinya kan? Ketiga, cobalah cari sesuatu hobi atau identitas lain selain bekerja, hal ini akan membuatmu dapat melakukan sesuatu setelah pensiun.

Nah, itulah sekilas tentang sindrom suami pensiun yang kerap menimpa wanita Jepang. Seram juga ya?

Sumber:

Japan Powered

BBC