Berita Jepang | Japanesestation.com

Dalam artikel "Angkat Isu Rasisme dan Bullying di Jepang, Iklan Baru Nike Jadi Perdebatan" yang JS unggah beberapa hari lalu, JS sempat menyinggung tentang “Zainichi,” sebutan orang Jepang bagi para orang Korea yang tinggal di Jepang. Malangnya, para Zainichi ini kerap menerima perlakuan buruk dan menjadi korban diskriminasi di Jepang. Memang, hubungan antar kedua negara ini tidak bisa dibilang baik, membuat Jepang selalu berprasangka buruk pada orang Korea. Nah, apa pemicunya? Dan apa saja bentuk prasangka serta perlakuan buruk Jepang terhadap orang Korea? Mari kita telusuri.

Pemicu pertikaian antara Jepang dan Korea ternyata adalah berbagai klaim palsu yang disebarkan oleh media-media Jepang setelah peristiwa Gempa Besar Kanto pada tahun 1923 silam. Saat itu, orang Jepang menuduh bahwa orang Korea yang tinggal di daerah Kanto meracuni sumur untuk membunuh orang Jepang. Ada juga yang mengatakan bahwa penduduk Korea di daerah Yokohama berkelakuan kasar dan membunuh orang. Penduduk Jepang, bersama dengan anggota militer dan kepolisian yang termakan klaim tersebut mulai membantai ribuan warga Korea. Dilansir dari Mainichi, menurut laporan dari Central Disaster Management Council pada tahun 2008, sekitar 9,99% dari 105.000 orang yang dinyatakan hilang atau tewas akibat bencana tersebut merupakan korban dari pembantaian ini.

jepang korea selatan diskriminasi japanesestation.com
Orang-orang Korea yang dibantai setelah Gempa Besar Kanto pada 1923 (english.hani.co.kr)

Teman-teman JS mungkin mengenal peristiwa mengerikan di atas sebagai Kanto Massacre, atau Pembantaian Kanto yang hingga kini tidak diakui Jepang.

Menyeramkan memang, bahkan dampaknya masih terasa hingga kini. Mungkin, kalian akan lebih mengerti jika mendengar kesaksian dan cerita orang-orang Korea di Jepang berikut ini.

“Banyak orang Korea yang dibunuh tanpa sebab oleh orang Jepang yang tinggal di area yang sama,” ujar Shin Minja (70), seorang zainichi sekaligus aktivis yang terus bekerja untuk menyebarkan kebenaran di balik pembantaian kelam itu.

jepang korea selatan diskriminasi japanesestation.com
Tentara Jepang membantai orang Korea pada tahun 1923 (wikipedia.org)

Ia mengungkapkan bahwa jauh setelah peristiwa pembantaian tersebut berakhir, Zainichi tetap dipersulit untuk hidup di Jepang karena diskriminasi yang diterima mereka.

“Saat putraku mencari pekerjaan part-time, ia memberikan nama aslinya saat interview, dan tidak lolos. Namun, saat ia menggunakan nama Jepang-nya, ia langsung diterima. Sekolah-sekolah Korea Selatan pun tidak mendapat subsidi. Ini merupakan bentuk kebencian yang didasari oleh nasionalisme berlebihan,” ujarnya.

“Karena semua ini, orang-orang mulai menyembunyikan tempat kelahiran mereka, bahkan anak-anak berdarah Korea pun wajib berbicara dengan bahasa Jepang di kereta,” tambahnya.

jepang korea selatan diskriminasi japanesestation.com
Shin Minja, penduduk Korea Selatan generasi kedua yang tinggal di Jepang di depan Monumen Memorial korban etnis Korea di Yokoamicho Park, Distrik Sumida (mainichi.jp)

Shin Minja pun berkomentar tentang tren denial Jepang yang tidak mengakui bahwa pembantaian tersebut tidak pernah terjadi. Ia mengaku kecewa karena perilaku denial Jepang, namun ia bahagia karena angka orang Jepang yang datang ke monumen dan memorial service yang digelar di Yokoamicho Park terus meningkat setiap tahunnya.

“Tahun ini aku melihat seorang wanita berdiri di depan monumen sambil menyatukan dua tangannya dan berdoa,” kata Shin Minja.

“Hidupku ada di Jepang, dan hanya di sinilah aku bisa tinggal. Mereka (Jepang) mengatakan vahwa jika kamu memiliki 3 keturunan di sini, kamu akan menjadi warga Tokyo. Namun, kami masih saja didiskriminasi. Aku ingin menganggap Jepang sebagai rumahku, aku juga ingin Jepang menjadi tempat di mana semua masyarakatnya hidup dengan nyaman,” tutupnya.

Cuma itu? Masih ada lagi. Baca terus ya di halaman 2!