Di Indonesia, orang-orang blasteran alias berdarah campuran biasanya dianggap “keren” dan selalu dipuja-puja. Namun, hal ini rupanya tidak terjadi di Jepang, para orang berdarah campuran Jepang alias hafu kerap mendapat diskriminasi dan perlakuan tidak mengenakan, seperti yang diterima seorang wanita blasteran Jepang sampai-sampai ia harus membuat sebuah kartu unik agar diperlakukan layaknya orang Jepang biasa. Nah, memang diskriminasi seperti apa yang kerap didapatkan para hafu? Mari kita telusuri.
Sebutan Hafu itu Sendiri
Pertama, sebutan “hafu” itu sendiri. Mengapa? Jika dilihat sepintas, mungkin kata ini terlihat biasa saja dan tidak akan menyakiti hati orang lain. Namun nyatanya, kata ini memiliki konotasi negatif. Hafu atau ハーフ, berasal dari kata “half” dalam bahasa Inggris yang berarti “sebagian,” membuat mereka yang berdarah campuran merasa kalau istilah tersebut membuat mereka seakan dianggap sebagai orang asing dan memisahkan mereka dari orang Jepang “asli.” Padahal, sebelumnya penduduk berdarah campuran di Jepang disebut dengan istilah daburu (ダブル), yang berasal dari double, menggambarkan bahwa mereka memiliki 2 etnis berbeda dalam satu tubuh. Jauh lebih positif kan?
Diperlakukan “Berbeda”
Pada awal tahun 2019, seorang YouTuber berdarah campuran Hugo Kwok, merilis sebuah video dokumenter berisi pengalamannya sebagai seorang hafu, orang berdarah campuran yang tinggal di Jepang.
Dalam video tersebut, Hugo menceritakan awal bagaimana lahirnya istilah hafu, dan mulai tingginya angka hafu di Jepang akibat maraknya pernikahan internasional. Tak hanya itu, Hugo juga mewawancarai teman-temannya yang juga blasteran. Kebanyakan dari mereka mengatakan, meski tidak menjadi korban rasisme, mereka merasakan diperlakukan berbeda dengan orang berdarah Jepang penuh. Menurut mereka, beberapa orang seperti tidak sadar dan kurang sensitif dengan latar belakang multi-nasional mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa beberapa orang kerap berlaku kurang mengenakkan dan seakan-akan “menyerang” siswa berdarah campuran di Jepang. Diperlakukan berbeda tentunya membuatmu tak nyaman bukan?
Cemoohan, Kritik, dan Kata-Kata “Kurang Jepang”
Menjadi hafu terkenal rupanya tidak mudah. Coba lihat Ariana Miyamoto, Miss Universe Japan 2015 yang merupakan campuran Jepang dan Afrika-Amerika. Ia kerap dikritik oleh netizen karena mereka memandangnya tidak merepresentasikan kecantikan Jepang. Bahkan, dalam sebuah wawancara, ia mengatakan selalu menerima perlakuan rasis sejak duduk di bangku sekolah hingga akhirnya mencoba memutuskan untuk mengikuti kontes Miss Japan guna membuktikan bahwa dia juga “orang Jepang”. Sayangnya, ia tetap menerima komentar-komentar kejam dari netizen meski sudah berhasil mewakili Jepang di panggung kelas dunia.
Hal yang sama juga terjadi pada pemain tenis Naomi Osaka, hafu berdarah Jepang dan Haiti. Meski kini dianggap berpretasi, sebelumnya ia sempat dikritik karena kemampuan bahasa Jepangnya yang terbatas serta sempat menjadi bahan candaan dua komedian A Masso yang mengatakan kalau warna kulitnya “terlalu terbakar matahari” dan membutuhkan “pemutih .”
Kurangnya Apresiasi dari Pemerintah
Para anak berdarah campuran di Jepang masih sulit diakui secara resmi oleh pemerintah. Pemerintah Jepang masih tidak memperhatikan jumlah, lokasi tempat tinggal dan perbedaan perlakuan yang dialami para hafu. Selain itu, para hafu diwajibkan memilih kewarganegaraan mereka sebelum berusia 22 tahun. Tujuannya memang baik, untuk mencegah konflik antara dua negara. Namun, tetap saja seperti menolak penduduk birasial kan?
Hafu dalam Budaya Populer
Sulitnya hidup sebagai hafu membuat lahirnya film Hafu: The Mixed-Race Experience in Japan pada tahun 2013 silam. Film ini berisi 5 orang hafu yang menceritakan pengalaman hidup mereka di Jepang yang memiliki budaya cukup homogen.
Sulit juga ya menjadi seorang hafu alias orang berdarah campuran di Jepang....
Sumber: