Jika kamu berkunjung ke Jepang saat musim panas dan berkunjung ke sebuah toko atau rumah, pasti mendengar suara berdenting yang berasal dari sebuah lonceng kaca. Melihat bentuknya yang cantik, pasti bikin penasaran kan, apa sih sebenarnya benda ini? Nah, ternyata nama lonceng kaca khas Jepang ini furin. Nama lonceng kaca ini diambil dari kata “fu” yang berarti angin dan “rin” yang berarti lonceng dalam bahasa Jepang. Hingga kini, furin dikenal sebagai lonceng kaca simbol musim panas di Jepang.
Furin biasanya terdiri dari bagian luar berbentuk bulat seperti mangkuk, zetsu (bandul lonceng) di dalamnya yang menghasilkan suara, dan selembar kertas yang menggantung dari zetsu. Hanya dengan 3 bagian ini saja, sebuah furin dapat menghasilkan bunyi indah yang menjadi ciri musim panas Jepang.
Sejarah Furin
Lonceng angin sebenarnya berasal dari Cina, dan biasa digunakan sebagai sebuah alat untuk meramal nasib. Orang-orang Cina biasanya menggantung sebuah lonceng di hutan bambu dan membuat prediksi berdasarkan arah dan bunyi angin. Namun, sejak lonceng-lonceng ini diperkenalkan ke Jepang melalui agama Buddha, lonceng ini berganti fungsi menjadi pengusir roh jahat.
Ya, sejak zaman dahulu, orang Jepang percaya bahwa ketika angin kencang bertiup, sebuah wabah akan menyerang negara. Karena itu, untuk mencegah pandemi dan datangnya roh jahat, mereka membuat dan menggantung sebuah lonceng angin yang dinamakan futaku. Saat futaku tertiup angin kencang, ia akan mengeluarkan suara yang membuat orang waspada dan bersiap-siap jika terjadi bencana.
Orang Jepang juga percaya bahwa orang-orang yang tinggal di tempat di mana suara lonceng ini terdengar akan dijauhkan dari mara bahaya. Hal ini disebabkan karena pada abad ke-12 dan 17, Jepang terserang wabah dan penduduk desa dan kota menderita penyakit yang disebabkan oleh wabah itu. Saat itu, hanya para bangsawan dan keluarga samurai yang bisa menggantung lonceng angin di rumah mereka untuk perlindungan, karena lonceng-lonceng ini dibuat dari perunggu fosfor yang harganya sangat mahal.
Pada abad ke-18, orang Belanda datang dan memperkenalkan teknik membuat kaca ke Nagasaki, satu dari empat pelabuhan yang dibuka untuk perdagangan selama Zaman Sengoku. Itu adalah kali pertama orang Jepang melihat kaca. Tak lama setelah itu, produk-produk berbahan kaca mulai dikirimkan ke area Osaka, Kyoto, dan Edo (Tokyo). Keindahan kaca-kaca tersebut membuat orang-orang jatuh cinta dan segera mempelajari cara untuk membuatnya. Nah, pada abad ke-19, seseorang memiliki ide unik, membuat sebuah lonceng dari kaca. Dari situlah, furin berkembang menjadi sampai menajdi seperti yang kita kenal sekarang.
Meski awalnya digunakan unruk mengusir wabah dan roh jahat, kini orang-orang menggantung furin hanya untuk menikmati suara indahnya di tengah teriknya musim panas. Sementara bagi beberapa orang, suara furin yang menenangkan yang berpadu dengan suara tonggeret menjadi hiburan sendiri di tengah musim panas.