Kantor dari mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe diduga menutupi kekurangan sekitar 8 juta yen (sekitar 1 triliun rupiah) untuk acara makan malam yang diadakan untuk para pendukungnya saat ia menjadi pemimpin dulu. Menurut sebuah sumber terkait pada Selasa (24/11) lalu, Abe diduga melanggar hukum kontrol dana politik.
Dilansir dari Mainichi, jaksa penuntut telah melontarkan pertanyaan pada salah satu sekretaris Abe dan beberapa pendukung lain atas tuduhan bahwa kantornya telah membayar biaya semua makan malam yang digelar dari tahun 2013 hingga tahun 2029 di hotel-hotel Tokyo tersebut secara ilegal. Dari hasil interogasi tersebut, setidaknya salah satu dari mereka telah mengonfirmasi bahwa beberapa biaya acara makan malam ditanggung oleh kantor.
Sementara itu, Abe sendiri mengatakan bahwa kantornya akan bekerja sama dalam investigasi meski ia tidak bisa memberikan banyak komentar.
"Saya tidak bisa berkomentar lebih banyak lagi," ujar Abe.
Interogasi tersebut dilakukan setelah sebuah pengajuan tuntutan pidana dilayangkan terhadap Abe, sekretaris pembayaran negara, dan pengelola dana pada Mei lalu. Tuntutan pidana yang dilayangkan oleh pengacara dan akademisi tersebut mengklaim bahwa Abe melanggar hukum dengan tidak melaporkan pembayaran selisih antara total biaya masing-masing pihak dan kontribusi dana yang dibayarkan oleh peserta.
Dana sekitar 8 juta yen tersebut diduga dihabiskan untuk menanggung biaya acara perjamuan makan malam di dua hotel di Tokyo selama 5 tahun, mulai dari tahun 2015. Total tagihannya diperkirakan mencapai lebih dari 20 juta yen, jauh lebih besar dibandingkan jumalah dana yang dikumpulkan dari penjualan tiket.
Sebuah kelompok pendukung Abe memang mengorganisir setiap acara makan malam tersebut pada malam pesta hanami tahunan, membuat Abe kembali ditimpa isu kontroversi lain setelah ia dikritik akibat mengundang pendukungnya ke acara yang didanai oleh pembayar pajak.
Mayoritas peserta perjamuan tersebut merupakan pemilih Abe di Prefektur Yamaguchi. Mereka dikenai biaya masing-masing sebesar 5.000, meski biasanya even-even yang digelar di hotel bintang lima bisa menghabiskan biaya sekitar 11.000 yen atau lebih per orang. Pada tahun 2019, diperkirakan sekitar 800 orang hadir dalam perjamuan itu.
Bukti semakin diperkuat dengan adanya struk dari hotel yang mengindikasikan bahwa kantor Abe menanggung kekurangan biaya tersebut.
Komplain tersebut juga menuduh bahwa Abe telah melanggar undang-undang pemilu karena ikut menanggung biaya pertemuan tersebut, mengatakan itu sama saja dengan membeli suara.
Abe sendiri membantah bahwa parlemen kantornya menanggung biaya kekurangan tersebut. Namun, tim investigasi khusus di kantor kejaksaan Tokyo tetap memeriksa dokumentasi hotel terkait acara makan malam tersebut.
Jun Azumi, ketua urusan Diet dari partai oposisi utama, Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ), mengatakan kepada wartawan bahwa Abe harus menjelaskan tuduhannya di Diet pada hari Rabu, 25 November 2020. CDPJ dan partai oposisi lainnya juga meminta Partai Demokrat Liberal (LDP) untuk memanggil Abe ke sesi komite anggaran di kedua majelis Diet untuk menjelaskan tuduhannya dan memberikan dokumentasi pada hari yang sama.
Namun LDP menolak permintaan tersebut. Kepala urusan parlemen, Hiroshi Moriyama, mengatakan dalam sebuah pertemuan bersama Azumi bahwa tidak ada alasan jelas bagi Abe untuk menjelaskan hal tersebut karena kini kasus tersebut tengah diselidiki oleh pihak berwenang.
Karena sebelumnya Perdana Menteri Yoshihide Suga menjadi kepala sekretaris kabinet saat Abe menjabat, kasus ini pun dapat membawa pemgaruh buruk bagi sang pemimpin baru. Meskipun begitu, Suga mengatakan bahwa pada pertengahan September lalu bahwa ia tidak akan lagi melanjutkan tradisi pesta hanami yang didanai negara.