Sebuah laporan Human Rights Watch menemukan bahwa atlet anak di Jepang sering menderita kekerasan fisik dan verbal, dan terkadang bahkan pelecehan seksual selama pelatihan.
Laporan setebal 67 halaman itu dirilis pada hari senin, berjudul "Aku Dipukul Berkali-Kali Sampai Tidak Bisa Kuhitung", berisi sejarah hukuman fisik Jepang dalam olahraga, termasuk pengalaman langsung dari para atlet. Laporan itu muncul pada minggu dimana seharusnya Olimpiade Tokyo 2020 dimulai seandainya tidak ada pandemi global virus corona. Olimpiade tersebut telah ditunda hingga tahun depan.
Laporan Human Rights Watch itu didasarkan pada wawancara dengan lebih dari 50 atlet, yang masih aktif dan sudah tidak, online survey yang menghasilkan sebanyak 757 tanggapan, dan pertemuan langsung dengan delapan organisasi olahraga Jepang.
Dari 381 responden survei yang berusia 24 atau lebih muda, 19 persen menunjukkan bahwa mereka telah dipukul, ditinju, ditampar, ditendang, didorong atau dipukuli dengan benda. 18 persen dari seluruh responden dilaporkan mengalami pelecehan verbal, dan lima persen melaporkan mengalami pelecehan seksual saat berpartisipasi dalam olahraga sebagai anak-anak.
“Kekerasan khusus yang kami dokumentasikan termasuk meninju, menampar, menendang atau menyerang dengan benda, (dan memberikan) makanan dan minuman yang berlebihan atau kurang,” kata Minky Worden, direktur inisiatif global di Human Rights Watch, dalam konferensi pers.
Pada tahun 2013, Komite Olimpiade Jepang (JOC) berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk menghapuskan kekerasan di antara federasi olahraga setelah survei internal mengungkapkan lebih dari 10 atletnya telah menjadi korban bullying atau pelecehan. Hal ini juga termasuk memotong dana untuk federasi judo selama beberapa waktu setelah pelatihnya ditemukan telah secara fisik melecehkan atlet wanita.
“Pelatih mengatakan bahwa saya tidak cukup serius dalam berlari, jadi kami semua dipanggil untuk menghadap pelatih dan saya dipukul di depan semua orang. Saya berdarah, tetapi dia tidak berhenti memukul saya,” kata laporan itu mengutip wawancara seorang atlet profesional yang namanya disamarkan.
Human Rights Watch mengatakan bahwa yang telah dilakukan sejak itu adalah tidak cukup, dan menuntut organisasi seperti Dewan Olahraga Jepang dan JOC menggunakan Olimpiade mendatang sebagai katalisator untuk perubahan. Tercatat bahwa pelecehan seksual terhadap anak dalam olahraga adalah masalah global, dan bahwa sistem untuk melaporkan pelecehan tidak responsif dan tidak memadai.
"Human Rights Watch meminta Jepang untuk mengambil tindakan tegas dan memimpin dalam mengatasi krisis global ini," kata Minky Worden.
Hingga saat ini, JOC masih belum menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar.