Seiring dengan work from home (WFH) yang sudah dianggap normal di Jepang, makin banyak saja orang-orang yang berpikiran untuk pindah ke daerah pedesaan yang jauh dari pusat kota.
Shuichi Nagao misalnya. Pria berusia 26 tahun ini kini tinggal di sebuah pondok tradisional yang disinari sinar matahari di Kota Odawara, Prefektur Kanagawa di selatan Tokyo. Berjarak hanya sekitar 3 menit dari rumah barunya itu, terletak sebuah pantai cantik, tempat favorit Nagao untuk menikmati pemandangan Semenanjung Sagami selama hari libur.
"Aku merasa jauh lebih nyaman sekarang,” ujarnya sambil tersenyum saat diwawancarai oleh Mainichi Shinbun.
Nagao bekerja di departemen human resources di sebuah perusahaan information technology (IT) di Tokyo. Sebelum pindah ke rumah barunya, ia menghabiskan waktunya untuk work from home dari sebuah apartemen di distrik Ebisu, Tokyo sejak bulan Maret lalu. Namun, seiring dengan tutupnya berbagai toko di sekitar apartemennya, ia mulai berpikir kalau, “tidak ada artinya tinggal di Tokyo dan membayar harga sewa besar.”
Nagao pun memutus sewa apartemennya pada bulan Mei. Ia memanfaatkan peraturan perusahaannya yang mengimbau agar para karyannya untuk bekerja dari rumah, Karena itu, Nagao memanfaatkan layanan yang ditawarkan oleh ADDress, sebuah perusahaan asal Tokyo yang membuat para pengguna jasanya dapat tinggal di berbagai properti di Jepang dengan harga tetap. Kini, Nagao memiliki beberapa tempat tinggal di area Kanto dan mencoba tinggal berpindah-pindah setiap satu atau 2 kali dalam seminggu.
"Aku bisa bertemu dengan orang-orang yang tidak pernah aku temui di kota. Sudut pandangku tentang kehidupan juga berubah setelah menjalani kehidupan dengan cara seperti ini,” kata dia.
Selain Nagao, masih ada contoh lain di mana orang-orang mulai berpikir untuk mengubah gaya hidup mereka dan meninggalkan kehidupan mereka di perkotaan untuk pindah ke pedesaaan, seperti Shoki Hosokawa (27), seorang sales representative di Lancers Inc, sebuah perusahaan IT di Tokyo yang berpikir untuk kembali ke tanah kelahirannya di Sendai. Beberapa tahun terakhir, ia memang kehilangan beberapa kenalannya di Sendai akibat kematian, karena itu ia mulai merasa “sulit.”
“Rasanya sulit untuk tinggal di tempat yang jauh dari orang-orang yang kamu percayai dan dapat membuatmu tenang,” ujar Hosokawa.
Selama implementasi teleworking di tempatnya bekerja pada tengah Februari lalu, ia menyadari bahwa tidak ada halangan dalam bidang penjualan di manapun karyawan perusahaan berada, selama aplikasi video call dan chat terus digunakan. Selain itu, angka karyawan yang datang ke kantor juga menurun hingga 10% karena praktik WFH. Kantornya juga mulai merektrut beberapa staf regional untuk posisi insinyur dengan asumsi bahwa mereka akan bekerja secara jarak jauh. Karena itulah, Hosokawa mulai bersiap-siap untuk kembali ke Sendai untuk bekerja dari sana.
"Aku ingin mencoba bekerja dari tanah kelahiranku sendiri sambil tetap menjadi bagian dari perusahaanku sekarang,” ujarnya.