Sebuah perusahaan kosmetik ternama Jepang, DHC, harus menghadapi boikot di dunia maya setelah sang CEO mengucapkan kata-kata rasis pada masyarakat Korea dan mengatakan bahwa perusahaannya “murni orang Jepang.” Ya, CEO DHC, Yoshiaki Yoshida, membuat sebuah komentar dalam sebuah pesan di situs resmi perusahaan di mana ia menyerang rival-nya, Suntory, sebuah perusahaan minuman besar sekaligus lawan DHC dalam sektor suplemen kesehatan.
"Model-model dalam iklan Suntory hampir semuanya orang Korea-Jepang. Karena itulah, mereka sering diejek di internet sebagai 'Chontory,' tulisnya sebagaimana dilansir dari Japan Today.
"Chon" merupakan sebuah kata hinaan bagi orang Korea di Jepang, salah satu bentuk diskriminasi. Dan dalam pernyataan yang sama, Yoshida pun menulis bahwa seluruh karyawan DHC adalah “orang Jepang asli.”
Memang, diskriminasi Jepang terhadap orang Korea seakan tak pernah berhenti akibat dilatarbelakangi masalah kedua negara dalam sejarah perang dunia dulu.
Unggahan tersebut sebenarnya telah dipublikasikan pada bulan lalu meski baru tertangkap oleh publik di minggu ini, dan memicu amarah netizen Twitter Jepang yang mulai menggunakan hashtag "Saya tak akan membeli produk DHC yang diskriminatif.”
Perusahaan yang juga beroperasi di Korea Selatan, Amerika, Taiwan, dan Inggris tersebut tak langsung merespon dan berkomentar secara langsung.
"Saya tak lagi mempercayai produk dari perusahaan ini. Saya anti diskriminasi!” ujar salah satu pengguna Twitter.
"Apakah mereka tak bisa menjalankan bisnis tanpa mendiskriminasi minoritas, konsumen dan perusahaan lain? Katakan tidak terhadap perusahaan seperti ini, tulis pengguna lain.
Jepang memang memiliki undang-undang anti hate speech meski kementerian kesejahteraan yang dikontak AFP mengatakan bahwa mereka hanya melayani jika sebuah komplain formal dilayangkan.
"Peraturan utama kementerian adalah membasmi masalah terkait ujaran kebencian secara umum,” katanya.
Saat masa kolonial Tokyo di tahun 1910-1945, jutaan orang Korea pindah ke Jepang, baik secara sukarela atau paksaan. Saat Jepang menyerah, ribuan etnis Korea yang tersisa mengalami diskriminasi dan kesulitan dalam hidup.
Reaksi media sosial terhadap DHC datang setelah sebuah iklan Nike yang berisi tentang rasisme dan bullying di Jepang, termasuk terhadap seorang anak yang mengenakan baju tradisional Korea, menyebabkan perdebatan di internet.
Meski iklan tersebut meraih like dari 91.000 viewer lebih di channel YouTube Nike Japan, video tersebut juga mendapat lebih dari 69.000 dislike per Rabu lalu. Beberapa orang bahkan menuduh Nike anti-Jepang dan memboikot produknya.
Hingga kini, Jepang masih menjadi negara yang homogen dan anak-anak berdarah campuran kerap menghadapi perbedaan perlakuan dan diskriminasi, meski generasi lebih muad mulai mempersempit perbedaan tersebut perlahan-lahan.