Delapan puluh persen atau 38 dari total 47 prefektur di Jepang menyuarakan kekhawatirannya terkait apakah mereka memiliki cukup dokter dan perawat untuk melakukan vaksinasi covid-19 bagi seluruh penduduk Jepang seiring dengan rencana pemerintah yang berencana untuk memulai vaksinasi pada akhir Februari mendatang.
Menurut hasil sebuah survei yang dirilis oleh Kyodo News pada Sabtu (23/1) tersebut menunjukkan bahwa 30 kota menyatakan bahwa menyiapkan situs seperti gymnasium untuk menggelar vaksinasi adalah sebuah tantangan besar dalam perencanaan vaksinasi. Sementara itu, 18 kota mengemukakan bahwa sumber daya finansial merupakan masalah utama. dan 16 kota mengatakan mereka sulit untuk menyimpan vaksin anti-COVID-19 dalam freezer. Lima kota di Jepang; Morioka, Toyama, Kofu, Kochi dan Miyazaki pun mengatakan mereka mungkin harus menunda permulaan vaksinasi.
Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa vaksinasi akan dimulai pada akhir Februari dengan diawali oleh para tenaga medis, diikuti oleh penduduk yang berusia 65 tahun ke atas pada akhir Maret dan mereka yang memiliki kondisi berisiko serta para perawat lansia, sementara masyarakat umum lainnya akan mendapatkan vaksinasi mulai bulan Mei mendatang.
Dalam survei yang digelar pada Kamis hingga Jumat lalu tersebut, Tokyo 43 ibu kota prefektur lainnya mengatakan mereka telah membuat rencana untuk membentuk tim untuk mengawasi vaksinasi.
Saitama, Kyoto dan Osaka mengatakan mereka memperkirakan bahwa 90% dari warganya akan mendapatkan vaksinasi, sementara 11 kota lainnya seperti Yamagata, Kanazawa, Kobe dan Oita memperkirakan jumlah penerima vaksin berkisar antara 60 hingga 80 persen. Namun, 33 kota lain mengatakan mereka belum memperkirakan hal tersebut.
Dan saat ditanya terkait apakah yang mereka inginkan dari pemerintahan Perdana Menteri Yoshihide Suga, Sapporo, ibu kota Hokkaido, mengatakan, "Kami belum tahu pasti kapan, sebanyak apa, dan seperti apa vaksin yang akan dikirimkan, jadi kami tidak dapat membuat rencana vaksinasi."
Beberapa kota pun mengungkapkan kekhawatirannya terkait memberi vaksin pada lansia. Fukui misalnya. Mereka meminta agar pemerintah pusat untuk terus berkomunikasi secara terbuka setelah mengonfirmasi keefektifan dan keamanan vaksin.
Sementara itu, Kyoto menunjukkan kekhawatirannya terkait biaya vaksin. Pemerintah Kyoto mengatakan mereka akan menanggung pengeluaran yang cukup besar dalam hal personel, tempat dan transportasi meski mendapat subsidi dari pemerintah.