Jika kamu pernah tinggal di Jepang, kamu mungkin pernah mendengar orang mengatakan hal-hal seperti: "Dia benar-benar age-man, suaminya dipromosikan tepat setelah mereka menikah.", atau "Gadis itu sangat nikushoku-joshi, dia tidak peduli apakah pria yang dia sukai punya pacar atau tidak.”
Ini semua adalah kata dan frasa yang mengkategorikan dan mendeskripsikan tipe wanita dalam budaya Jepang. Kamu mungkin memperhatikan bahwa pria dan wanita Jepang suka dan cenderung mengkategorikan orang lain, dan diri mereka sendiri, berdasarkan kepribadian mereka, tindakan, dan perilaku, serta bagaimana mereka memilih untuk menjalani hidup mereka.
Kecenderungan ini mungkin berkaitan erat dengan pentingnya 和 (wa, harmoni) dalam masyarakat Jepang, dimana seseorang harus selalu menjadi bagian dan menyesuaikan diri dengan suatu kelompok. Inilah mengapa ada begitu banyak kategori untuk mengelompokkan wanita Jepang. Berikut adalah beberapa label tipe wanita Jepang yang paling umum didengar.
'Age-man' & 'Sage-man'
Istilah age-man menjadi booming di awal tahun 1990-an, setelah film dengan judul yang sama, atau “Tales of a Golden Geisha” dalam judul bahasa Inggris, yang disutradarai oleh Juzo Itami menjadi hit di Jepang. Film ini menceritakan tentang seorang geisha yang membawa keberuntungan bagi pria yang terlibat dengannya.
“Age” berasal dari kata kerja ageru, yang berarti "mengangkat" atau "membesarkan" keberuntungan. Sementara “man” ditulis sebagai “間”, sebuah kanji yang bisa berarti “waktu”, “interval”, atau “antara”, tetapi juga memiliki arti “keberuntungan”, “kesempatan”, atau “kebetulan”.
Seorang wanita dapat dikategorikan sebagai tipe age-man jika dia dinilai sebagai seseorang yang membawa keberuntungan bagi pasangan prianya. Dengan bersamanya, sang pria merasa termotivasi dan mencapai kesuksesan, seperti mendapatkan pekerjaan impian atau kenaikan gaji. Sebaliknya, jika dia adalah tipe wanita sage-man (sage berasal dari sageru, yang berarti "menurunkan"), dia menyeret pasangannya ke bawah, yang berarti pasangannya akan mengalami masa sulit setelah dia memasuki kehidupannya.
‘Bari-kyari’ & ‘Yuru-kyari’
Dulu, ada dua kategori besar, sengyo-shufu (ibu rumah tangga) dan career woman (wanita karier). Namun, saat ini, dengan peningkatan jumlah wanita dalam dunia kerja, ada banyak kategori tambahan yang mengekspresikan tipe wanita dengan pekerjaan. Ada bari-kyari, dan yuru-kyari.
“Bari” menggambarkan seseorang yang bekerja sangat keras atau melakukan sesuatu dengan sangat energik, dan kyari merupakan kependekan dari "wanita karier". Jadi bari-kyari merujuk pada wanita karier yang kuat, menghargai kesuksesan dalam karier mereka daripada menjalani kehidupan pribadi.
“Yuru” berasal dari kata yurui yang berarti “santai”, kurang lebih merupakan kebalikan dari bari-kyari. Ini adalah tipe wanita karir yang prioritasnya bukan untuk bekerja, melainkan keluarga, hobi, dan kehidupan pribadi mereka.
‘Yochien-mama’
Istilah ini merujuk pada tipe wanita, yang sebagian besar, sudah menikah dengan suami berpenghasilan tinggi, punya anak, dan menjalani hidup yang memuaskan. Yochien adalah kata dalam bahasa Jepang untuk "taman kanak-kanak", jadi Yochien-mama secara langsung diterjemahkan sebagai "seorang ibu yang memiliki anak menghadiri taman kanak-kanak."
Karena yochien biasanya beroperasi antara jam 9 pagi dan 2 siang, ini ramah untuk ibu yang tidak bekerja. Oleh karena itu, mengantar anak ke taman kanak-kanak dipandang sebagai sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh ibu rumah tangga seutuhnya.
‘Nikushoku-joshi’
Istilah nikushoku-joshi, yang secara harfiah berarti “gadis karnivora”, pertama kali diciptakan oleh kolumnis Maki Fukasawa pada tahun 2006. Ini merupakan tipe wanita yang proaktif dalam mengejar romansa dan tidak takut untuk mengambil langkah pertama dalam hubungan. Mereka sering kali cukup terbuka secara seksual, agresif, dan biasanya tidak ragu-ragu untuk berhubungan seks sebelum memulai hubungan resmi.
Istilah ini diciptakan sebagai semacam antonim dari soshoku-danshi, atau "pria herbivora". Mungkin mudah untuk membayangkan tipe pria yang termasuk dalam kategori ini, mereka yang tidak terlalu maskulin atau jantan, dan tidak aktif mengejar hubungan asmara. Mereka cenderung tidak memiliki banyak dorongan seks dan tampaknya suka menghabiskan waktu dengan teman laki-laki daripada dengan perempuan.
‘Himono-onna’
Istilah ini pertama kali muncul di "Hotaru no Hikari," sebuah serial manga Jepang yang populer di akhir 2000-an, digunakan untuk menggambarkan tipe wanita yang tidak tertarik mencari romansa dan suka menghabiskan waktu luangnya di rumah sendirian, mengenakan piyama sepanjang hari dan membaca manga, makan, dan tidur.
Istilah Himono-onna bertahan sampai hari ini, tetapi dengan arti yang lebih luas. Sekarang digunakan untuk menggambarkan wanita lajang di akhir usia belasan hingga 30-an, yang kehidupan cintanya mengering, namun tidak tertarik dan bahkan merasa repot untuk kembali ke dunia kencan.
‘Minato-ku joshi’
Minato-ku joshi adalah tipe wanita, yang kebanyakan mahasiswa dan berusia awal 20-an, yang suka menghabiskan waktu di Lingkungan Minato, salah satu dari daerah paling mahal untuk tinggal di Jepang. Lingkungan Minato terdiri dari Roppongi, Azabu Juban, Nishi-Azabu dan Aoyama, yang disebut menjadi tempat "orang-orang dengan spesifikasi tinggi". Berpendidikan baik, pria tampan dengan pendapatan tinggi, seperti pebisnis, dokter, atau pegawai elit yang bekerja di perusahaan besar, tinggal, bekerja, dan berpesta tiap malam.
Satu-satunya tujuan hidup Minato-ku joshi adalah berada di sekitar para pria ini, menggunakan masa muda, kecantikan, dan kecerdasan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, baik makan malam gratis di restoran kelas atas, hadiah mahal seperti tas tangan dan perhiasan desainer, atau hubungan dengan selebriti dan orang kaya yang terkenal lainnya.