Berita Jepang | Japanesestation.com

Ada sebuah idiom mengenai perang sipil zaman Sengoku dan penyatuan Jepang yang bunyinya kira-kira adalah "Oda Nobunaga yang membuat adonan kue, Toyotomi Hideyoshi yang membakarnya, namun Tokugawa Ieyasu yang menikmatinya". Setelah sebelumnya Japanese Station membahas mengenai Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, tidak lengkap rasanya jika tidak membahas juga mengenai Tokugawa Ieyasu, yang akhirnya berhasil menyatukan seluruh Jepang di bawah kepemimpinan Keshogunan Tokugawa yang bertahan 200 tahun lebih.

Takechiyo Matsudaira, Awal Kehidupan Tokugawa

Tokugawa dilahirkan dengan nama Takechiyo Matsudaira, sebagai anak dari Hirotada Matsudaira, seorang daimyo minor di Mikawa. Klan Matsudaira sendiri pada saat itu terpecah menjadi dua, ada yang ingin bersekutu dengan klan Imagawa, dan sebagian lain ingin bersekutu dengan klan Oda. Pada tahun 1548, Mikawa diserang oleh klan Oda, dan Hirotada meminta bantuan kepada Yoshimoto Imagawa.

Yoshimoto bersedia memberikan bantuan tersebut dengan syarat Takechiyo dikirim ke Sumpu sebagai sandera. Hal ini diketahui oleh Nobuhide Oda, yang kemudian membawa Takechiyo ke Owari, dan menggunakannya untuk mengancam Hirotada. Ancaman tersebut tidak digubris oleh Hirotada, namun Nobuhide tidak melukai Takechiyo sedikitpun.

Pada tahun 1549, Hirotada dan Nobuhide meninggal dunia, hal ini dimanfaatkan oleh Imagawa dengan mengirim pamannya, Sessai untuk menyerang Anjo, di mana tinggal Nobuhiro Oda, putra tertua sekaligus penerus Nobuhide. Sessai yang berhasil mengepung Anjo pun memberikan penawaran pada Nobunaga Oda untuk menukar Anjo dan Nobuhiro dengan kebebasan Takechiyo, yang disetujui oleh Nobunaga. Setelahnya, Takechiyo dibawa ke Suruga oleh Sessai, dan akhirnya tiba di Sumpu setelah terlambat selama setahun.

Langkah Motoyasu Matsudaira Setelah Dewasa

Pada tahun 1556, Takechiyo menjalani upacara kedewasaan, dan mengganti namanya menjadi Motoyasu Matsudaira. Oleh Yoshimoto, Motoyasu diperbolehkan kembali ke Mikawa pada tahun yang sama, dan diberi tugas untuk bertempur di beberapa pertempuran melawan pasukan Oda di bawah bendera Imagawa.

Pada tahun 1560, Yoshimoto Imagawa mengumpulkan sebuah pasukan dengan jumlah 20 ribu prajurit, dan mempersiapkan penyerangan ke Kyoto. Seharusnya klan Matsudaira berada di posisi terdepan, namun pada saat penyerangan tersebut dimulai, Motoyasu tengah terpisah dengan pasukan inti, dengan misi menyerang Marune. Hal ini menyelamatkan Motoyasu dan pasukannya dari Pertempuran Okehazama, yang menelan banyak korban termasuk Yoshimoto Imagawa sendiri. Terbebas dari kuasa klan Imagawa, Motoyasu pun kembali ke perbatasan Mikawa.

Meskipun keluarganya masih disandera di Sumpu oleh penerus Yoshimoto, Ujizane, Motoyasu bersekutu secara diam-diam dengan Nobunaga. Ia berhasil membebaskan keluarganya dengan menaklukkan Kaminojo, dan menukarkan dua anak pemimpin kastil tersebut dengan kebebasan keluarganya.

Setelah itu, Motoyasu menghabiskan waktunya dengan membangun kembali klan Matsudaira yang terpecah-belah. Ia juga menguatkan posisinya di antara para bawahannya dengan memberi mereka posisi di dalam administrasi Mikawa. Di antara bawahannya yang terkenal adalah Kazumasa Ishikawa, Tadatsugu Sakai, Yasumasa Sakakibara, Kiyonaga Koriki, dan Tadakatsu Honda.

Lahirnya Tokugawa Ieyasu

Pada tahu 1566, Motoyasu mengirimkan petisi pada istana kekaisaran untuk mengganti namanya menjadi Tokugawa, yang dikabulkan oleh istana, sehingga sejak saat itu ia dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu. Ieyasu seringkali mengaku bahwa dirinya memiliki hubungan darah dengan klan Minamoto melalui klan Nitta. Sementara itu, ia juga pernah memerintahkan sebuah pohon silsilah alternatif dibuat, yang menggambarkan dirinya sebagai keturunan klan Fujiwara.

Meskipun cukup bebas, pada saat ini klan Tokugawa masih terikat pada permintaan-permintaan Oda Nobunaga. Saat Oda menyerang Kyoto pada tahun 1568, pasukan Tokugawa juga hadir, dan ini adalah yang pertama dari kerjasama-kerjasama yang dilakukan Oda-Tokugawa.

Pada masa yang sama, Tokugawa yang berniat meluaskan kekuasaannya ke arah barat bersekutu untuk sementara dengan Shingen Takeda untuk mengambil alih sisa wilayah Imagawa. Setelah Tokugawa berhasil mengambil alih wilayah Totomi, Shingen Takeda mengambil alih kekuasaan atas Suruga.

Namun, setelahnya, hubungan keduanya menjadi renggang, salah satunya disebabkan oleh Tokugawa yang berusaha bersekutu dengan Kenshin Uesugi, yang merupakan musuh bebuyutan klan Takeda. Seakan memperkeruh suasana, Ieyasu memindahkan markasnya ke Hamamatsu di Totomi, yang lebih dekat dengan posisi klan Takeda. Tidak lama, perang pun pecah antara Tokugawa dan Takeda. Pada bulan Juni 1570, Ieyasu mengirim 5000 prajurit untuk membantu Nobunaga memenangkan Pertempuran Anegawa melawan klan Asai dan Asakura.

Pada tahun 1572, Ieyasu kehilangan kastil Futamata, kemudian menderita kekalahan di Pertempuran Mikatagahara, di mana ia terpaksa keluar dari Hamamatsu dan menghadapi langsung Shingen Takeda, dan berhasil selamat dengan jarak hanya sehelai rambut dari maut.

Pada musim semi 1573, Shingen Takeda meninggal dunia dan digantikan oleh penerusnya, Katsuyori Takeda, yang pada tahun 1574 berhasil merebut salah satu benteng penting Tokugawa, yaitu Taketenjin. Pada tahun 1575, Katsuyori berhasil mengepung kastil Nagashino di Mikawa, dan Ieyasu terpaksa meminta bantuan Nobunaga, yang baru mengirimkan pasukannya karena ia menyukai ancaman Ieyasu bahwa ia akan bergabung dengan Takeda dan memimpin serangan ke Owari dan Mino.

Pada tahun 1579, anak tertua Ieyasu, Hideyasu dan istrinya dituduh berkomplot dengan Katsuyori Takeda. Ieyasu memerintahkan putranya tersebut untuk melakukan seppuku, dan istrinya dieksekusi. Setelahnya, ia menunjuk putra ketiganya, Hidetada sebagai penerus dikarenakan putra keduanya akan diadopsi oleh Toyotomi Hideyoshi. Pada musim semi 1582, Tokugawa bergabung dengan Nobunaga untuk menghabisi klan Takeda, dan diganjar dengan kontrol atas wilayah Suruga.

Setelah kematian Oda Nobunaga di Honno-ji

Ieyasu tengah berada di Sakai, Provinsi Settsu saat Nobunaga dibunuh oleh Akechi Mitsuhide pada bulan Juni 1582, dan ia mundur ke Mikawa. Meski tidak memiliki posisi untuk menantang Mitsuhide, namun Tokugawa berhasil memanfaatkan keadaan Pertempuran Yamazaki untuk mengambil alih kekuasaan di wilayah Kai dan Shinano.

Setelahnya, klan Hojo mengirim pasukan ke Kai, namun berakhir dengan damai setelah Tokugawa menyerahkan sebagian wilayahnya di Kai dan Shinano ke tangan Hojo. Tokugawa juga menolak untuk ikut campur dalam perseteruan antara Katsuie Shibata dan Hideyoshi, yang memuncak di Pertempuran Shizugatake pada tahun 1583.

Pada tahun 1584, Ieyasu memilih untuk mendukung Nobukatsu Oda, salah satu calon pengganti Nobunaga, untunk memancing keluar Hideyoshi. Untuk itu, ia memimpin sebuah pasukan ke Owari dan menetap di Komaki, yang dibalas oleh Hideyoshi dengan mengirim pasukan ke Owari. Ieyasu memenangkan salah satu pertempuran penting di Nagakute, dan setelah satu tahun, mengakhiri konflik ini dengan gencatan senjata.

Meski demikian, Nobukatsu Oda malah menyia-nyiakan hal tersebut dengan memilih berdamai dengan Hideyoshi. Kehilangan alasan untuk berperang, Tokugawa akhirnya mengajukan damai kepada Hideyoshi, dan Hideyoshi pun melarang Tokugawa untuk berpartisipasi dalam usaha perang Hideyoshi setelahnya.

Pada tahun 1589, Hideyoshi memerintahkan persiapan penyerangan wilayah Kanto, dengan pasukan Tokugawa berdiri di barisan terdepan. Selama penyerangan di Odawara, Hideyoshi menawarkan kepadanya provinsi-provinsi di Kanto, yang ia terima. Saat klan Hojo menyerah pada Agustus 1590, Ieyasu bergerak cepat melakukan perpindahan dari provinsi yang ia kuasai sebelumnya ke wilayah Kanto, dan memusatkan pergerakannya di Edo.

Kematian Hideyoshi, Pertempuran Sekigahara, dan Setelahnya...

Pada tahun 1598, Ieyasu dipilih menjadi satu dari lima dewan yang bertanggung jawab untuk memimpin hingga Toyotomi Hideyori cukup umur. Meski demikian, setelah Hideyoshi meninggal dunia pada September 1958, Tokugawa serta merta mengadakan persekutuan yang bersifat provokatif dengan klan Date, dan mengasingkan anggota dewan lain. Selain itu, ia juga mengambil alih kekuasaan di Fushimi dan Osaka, sebuah tindakan yang membuat anggota dewan lain curiga padanya.

Perlawanan terhadap sepak terjang Tokugawa ini berpusat pada Mitsunari Ishida, yang pernah berusaha membunuh Ieyasu secara sembunyi-sembunyi, namun gagal, pada tahun 1599. Gesekan antara kedua kekuatan ini berpuncak pada Pertempuran Sekigahara, yang berlangsung pada tahun 1600. Pertempuran ini berhasil dimenangkan Tokugawa berkat pengkhianatan yang dilakukan oleh Hideaki Kobayakawa di tengah pertempuran. Setelah kekalahannya, Mitsunari Ishida dan beberapa petinggi lain pasukannya ditangkap dan dieksekusi di Kyoto.

Kemenangan Tokugawa di Pertempuran Sekigahara membawanya menjadi penguasa de facto seluruh Jepang. Pada tahun 1603, kaisar Jepang menganugerahkan gelar Shogun pada Tokugawa. Ia hanya menyandang gelar ini selama 2 tahun, sebelum memutuskan untuk pensiun dan menunjuk putranya, Hidetada sebagai penerusnya.

Akhirnya, satu-satunya ancaman terhadap hegemoni keluarga Tokugawa adalah putra Hideyoshi, Hideyori. Pada tahun 1614 Tokugawa menciptakan sebuah alasan untuk memerangi Hideyori, dan menyerang kastil Osaka. Penyerangan yang disebut juga Penyerangan Kastil Osaka di Musim Dingin ini menimbulkan korban yang tidak sedikit dari pihak Tokugawa.

Akhirnya Tokugawa dengan sengaja mengincar ibu Hideyori, Yodo-gimi dengan mencari tahu letak keberadaannya dan menembaki tempat tersebut dengan meriam. Yodo-gimi pun akhirnya membujuk Hideyori untuk berdamai dengan Ieyasu, yang akhirya disetujui oleh Hideyori.

Setelah Ieyasu memperlihatkan sekan pasukannya telah mundur, ia menutupi selokan di luar kastil Osaka, yang diprotes oleh Hideyori, dan menyebabkan Ieyasu menarik kembali tawaran damainya. Penyerangan Kastil Osaka di Musim Panas berpuncak di Pertempuran Tennoji pada Juni 1615, yang merupakan pertempuran besar terakhir para samurai, yang dimenangkan oleh Tokugawa. Hideyori dan ibunya melakukan bunuh diri saat melihat kekalahan di depan mata mereka.

Pada tahun berikutnya, Tokugawa Ieyasu jatuh sakit dan meninggal dunia, namun, berbeda dengan Hideyoshi, sebelum meninggal, ia telah memastikan keamanan masa depan klan-nya, yang memimpin Jepang selama sekitar 200 tahun dalam kedamaian.