Survei serikat pekerja Jepang menemukan adanya peningkatan “customer harassment/kasuhara/pelecehan konsumen” di mana pekerja industri jasa diintimidasi atau menjadi sasaran permintaan tak wajar konsumen selama wabah virus corona menyerang Jepang.
Dilansir dari Mainichi, menurut survei yang dilakukan oleh serikat industri asal Tokyo, UA Zensen pada Juli hingga September 2020 ini, ada sekitar 20% dari 26.927 responden merasa dilecehkan oleh konsumen dengan alasan terkait virus corona.
Dan dari beberapa testimoni, dilaporkan salah satu konsumen berteriak, “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!” pada seorang kasir apotek saat ia memegang sebuah botol plastik di tutup botolnya. Seorang pegawai di sebuah supermarket juga diperlakukan kasar oleh seorang pembeli yang beteriak, “Jangan dekat-dekat, bakterinya akan menyebar!”
Dalam kasus lain, seorang konsumen mengamuk setelah mengetahui seuatu toko kehabisan stok masker. Salah satu pegawai dari toko tersebut pun harus menerima kritik keras dari konsumen tersebut yang mengatakan, “Semua pekerja di sini pasti memiliki suplai masker sendiri kan? Bawa semuanya ke sini sekarang!” Tak hanya itu, ada juga konsumen yang mengatakan pada seorang pegawai dengan kata-kata seperti “Jangan bangga hanya karena masker laku terjual!”
Sementara itu di instansi lain, seorang pegawai izakaya harus berulang kali menjelaskan pada seorang konsumen bahwa mereka memperpendek penyajian alkohol karena harus menyesuaikan peraturan pemerintah. Namun, sang konsumen tak terima dan memarahi peawai itu selama berjam-jam hingga waktu tutup datang.
Jika dibagi berdasarkan kategori bisnisnya, yang paling banyak menerima pelecehan dari konsumen adalah pegawai apotek yang menangani barang seperti masker dan produk desinfektan setiap harinya dengan angka 67%, diikuti dengan staf supermarket dengan 43%, pekerja hypermarket dengan 41% dan mereka yang bekerja di bidang bisnis hiburan dan perhotelan dengan 36%.
“Survei membuktikan bahwa banyak pegawai yang dilecehkan para konsumen karena kehabisan stok masker dan jam bisnis yang dikurangi karena diberlakukannya status darurat,” ujar Sekretaris Divisi Perdagangan UA Zensen, Takanori Namigishi.
Menurut survei UA Zensen, tindakan pencegahan terhadap pelecehan konsumen di Jepang ini masih belum cukup, dengan 43% responden mengatakan bahwa lingkungan kerja mereka tidak melakukan tindakan pencegahan apa pun. Padahal, pelecehan seperti ini merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan masalah kesehatan mental pada para pekerja. Terkait hal ini, pemerintah pusat berencana untuk mengalokasikan dana sekitar 17 juta yen (sekitar 2,25 miliar rupiah) ke dalam anggaran fiskal 2021 untuk menyusun tindakan pencegahan terhadap pelecehan yang dilakukan para konsumen terhadap pekerja sekaligus membuat manual bisnis.