Pandemi virus corona yang tak kunjung usai nyatanya membuat masalah baru di Jepang: makin luasnya kesenjangan gender di Jepang. Bahkan, panel Kantor Kabinet Jepang mengatakan bahwa Jepang telah dicap sebagai salah satu negara maju dengan kesenjangan gender terburuk, dan julukan buruk ini hanya bisa diubah jika pemerintah bertindak.
Da;am sebuah laporan yang dikumpulkan pada akhir April lalu, panel ahli tersebut mengatakan bahwa pandemi menyebabkan meningkatnya kasus kekerasan rumah tangga dan bunuh diri di antara para wanita, seiring dengan turunnya kondisi finansial mereka karena banyak yang menerima upah lebih rendah dari pekerjaan non-reguler yang terdampak pandemi, seperti restoran dan hotel.
Laporan tersebut menyatakan bahwa pandangan yang mengakar di mana laki-laki adalah pencari nafkah dan perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak masih menahan perempuan dalam masyarakat. Misalnya, perempuan yang bekerja dari rumah masih diharapkan untuk melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga meskipun pasangan mereka telework, seraya menambahkan bahwa pandemi juga menyoroti situasi parah yang dihadapi oleh perempuan muda, ibu tunggal dan perempuan pekerja non-reguler yang belum menikah.
Pemerintah Jepang seharusnya memiliki peraturan guna meningkatkan dukungan finansial bagi wanita serta mempromosikan pemberdayaan perempuan, menurut paper yang diserahkan pada 28 April tersebut pada Tamayo Marukawa, menteri yang bertanggung jawab untuk mempromosikan kesetaraan gender.
"Dampak dari pandemi tidak dapat diprediksi dan dampak tambahan mungkin muncul nanti. Kami akan terus membahas langkah-langkahuntuk mendukung perempuan,” kata Marukawa setelah menerima laporan itu.
Pemerintah juga berencana untuk menyusun paket kebijakan pada bulan Juni guna menangani masalah-masalah mendesak seperti langkah-langkah melawan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga dan bunuh diri di kalangan perempuan.
Jepang sendiri menempati peringkat ke-120 dari 156 negara dalam peringkat kesenjangan gender di 2021 yang dirilis pada Maret lalu oleh World Economic Forum, sebuah think-tank asal Swiss.
Peringkat tersebut melacak empat dimensi utama: partisipasi dan peluang ekonomi, pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, serta pemberdayaan politik.
Jumlah konsultasi kekerasan dalam rumah tangga di Jepang termasuk yang dilakukan secara online melonjak sekitar 50 persen antara April 2020 dan Februari 2021 dari tahun sebelumnya menjadi 175.693, menurut Kantor Kabinet.
Sementara itu, jumlah kasus bunuh diri oleh perempuan pada tahun 2020 naik 935 kasus dari tahun sebelumnya menjadi 7.026, dengan angka tersebut terutama meningkat di kalangan pengangguran dan siswa sekolah menengah, menurut laporan panel, mengutip data Badan Kepolisian Nasional. Namun, angka kasus bunuh diri pada pria turun tipis 23 kasus menjadi 14.055 pada periode yang sama.
Kesulitan keuangan, kekerasan dalam rumah tangga dan penyakit mental adalah beberapa faktor di balik peningkatan kasus bunuh diri perempuan, semua masalah yang menjadi lebih serius di tengah pandemi, menurut laporan itu.
Memperhatikan bahwa rumah tangga ibu tunggal dan wanita yang belum menikah khususnya, masih harus berjuang di tengah pandemi, panel tersebut menekankan perlunya memperbaiki kondisi tenaga kerja bagi pekerja tidak tetap dan membantu mereka menemukan pekerjaan di industri digital yang sedang berkembang.