Berita Jepang | Japanesestation.com

Jepang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi diantara negara industri (G7), dengan lebih dari 20.000 orang mengakhiri kehidupan mereka setiap tahun. Sementara tingkat bunuh diri secara keseluruhan telah turun sejak tahun 2003, namun terus meningkat di antara orang dewasa awal dan anak sekolah - kemungkinan besar adalah pengguna media sosial aktif.

Sekitar 500 orang Jepang di bawah usia 20 tahun bunuh diri setiap tahun, dan menurut survei Nippon Foundation tahun lalu menunjukkan bahwa satu dari empat orang telah mempertimbangkan bunuh diri secara serius. Dalam beberapa kasus, korban telah melakukan bunuh diri massal setelah bertemu dengan "situs bunuh diri", sebuah fenomena yang mendorong pemerintah untuk menindak orang yang menggunakan internet untuk menyampaikan harapan mengakhiri kehidupan mereka.

Isu tersebut pertama kali menjadi berita utama di tahun 2005, dengan total 91 orang yang melakukan "kelompok bunuh diri" setelah saling berkomunikasi secara online. Hal ini membuat polisi dan kementerian komunikasi meminta penyedia layanan internet untuk menghubungi setiap individu yang memposting pikiran mereka untuk melakukan bunuh diri secara online dan memasukkan rincian kapan dan di mana mereka berencana untuk bunuh diri.

Setahun kemudian, polisi mulai mewajibkan penyedia layanan internet untuk menghapus situs web yang mendorong bunuh diri atau merekrut orang-orang yang ingin melakukan bunuh diri massal.

Tapi usaha mereka belum berhasil.

Pada tahun 2009, lima orang mencoba melakukan bunuh diri dengan membakar briket batubara di dalam mobil di Fukuoka setelah saling menghubungi secara online. Akibatnya seorang pria berusia 30 tahun menderita kerusakan otak, sementara empat orang lainnya ditangkap karena gagal dalam tanggung jawab mereka untuk melindungi kehidupan mereka sendiri serta dihukum karena telah membantu seseorang untuk bunuh diri.

Para ahli mengatakan bahwa pendekatan otoritas terhadap masalah ini perlu ditanggapi dengan serius.

Akiko Mura,salah satu member eksekutif Befrienders Worldwide Tokyo menyatakan pendapatnya,"Karena di Jepang kematian dan bunuh diri adalah masalah yang tabu, oran-orang mulai membicarakannya di media sosial."

Kelompok pencegahan bunuh diri di Tokyo menawarkan layanan telepon hotline dari pukul 8 malam hingga pukul 6 pagi, kelompok ini menerima panggilan tanpa henti sepanjang malam. "Mereka yang ingin mati biasanya ingin diterima apa adanya dan tidak mau untuk diberi semangat," jelas Mura.

Dia mengatakan bahwa Shiraishi kemungkinan mendapatkan kepercayaan para korban dengan meyakinkan mereka bahwa dia mengerti keinginan mereka untuk mati. Mungkin para korban berpikir bahwa hanya dialah yang benar-benar mendengarkan masalah mereka dengan sungguh-sungguh.

Meskipun Shiraishi mampu memanfaatkan media sosial untuk memangsa korbannya, Mura memperingatkan bahwa orang-orang yang depresi membutuhkan jalan keluar untuk perasaan mereka.

"Orang butuh tempat di mana mereka bisa didengar," katanya. "Tanpa itu, saya khawatir jumlah kasus bunuh diri akan terus meningkat."

(featured image : Japantimes)