Jepang boleh jadi tercatat sebagai negara terbesar ketiga dari sisi ekonomi. Namun, negara ini tengah menghadapi isu penuaan populasi yang cukup parah. Kini, lebih dari 20% penduduk Jepang berusia di atas 65 tahu. Di tahun 2030 mendatang, satu dari tiga penduduk akan berusia 65 tahun ke atas dan satu dari lima orang akan berusia 75 tahun ke atas. Penurunan angka kelahiran Jepang juga dipengaruhi beberapa faktor, seperti perubahan gaya hidup, menunda pernikahan atau tidak menikah sama sekali, dan kekhawatiran ekonomi.
Dan dilansir dari Diplomat, ada 2 aspek fundamental di balik populasi Jepang yang terus menua. Pertama, meningkatnya proporsi lansia dalam total populasi. Dan kedua, pertumbuhan populasi yang lebih lambat akibat menurunnya angka kelahiran. Aspek pertama berdampak pada performa ekonomi Jepang dengan meningkatkan beban sosial, sementara aspek kedua memiliki dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi tenaga kerja yang merupakan faktor utama produksi.
Efek kausal penuaan mulai membekas pada makroekonomi Jepang, terutama dalam dunia kerja dan akumulasi modal. Karena populasi bangsa yang menua dan menyusut, ada kebutuhan yang meningkat untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja.
Orang-orang tentu akan pensiun dan meninggalkan dunia kerja saat usia mereka telah lanjut. Namun kini, jumlah pemuda di Jepang tak cukup untuk mengisi kekosongan. Artinya, beberapa industri besar Jepang seperti kendaraan bermotor dan elektronik tidak memiliki tenaga kerja untuk melanjutkan produksinya. Dan jika Jepang tidak dapat mempertahankan tingkat produksinya, Jepang mungkin akan kehilangan tempatnya sebagai negara dengan tingkat ekonomi terbesar ketiga di dunia.
Isu penuaan juga cenderung membuat sistem senioritas di dunia kerja di mana upah meningkat seiring dengan lamanya bekerja di perusahaan, tak lagi dapat dipertahankan. Hal ini akan menyebabkan lebih sedikit peluang promosi dan juga merusak moral pekerja. Penurunan populasi usia kerja pun membuat Jepang berharap untuk melihat partisipasi pekerja wanita dengan jabatan lebih tinggi di bawah kondisi pasar kerja yang ketat. Proses pengangkatan derajat pekerja wanita tersbeut merupakan program yang disebut oleh mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sebagai "Womenomics", di mana perusahaan ditekan dan diberi insentif untuk mempekerjakan lebih banyak wanita dan memberikan lebih banyak posisi kepemimpinan kepada wanita.
Seiring populasi Jepang yang makin menua, pemerintah pun mulai mencari jalan ke luar untuk meningkatkan angka kelahiran. Misalnya saja, memperbanyak pekerja asing dengan membuat dua tipe visa bagi penduduk asing yang bekerja di sektor minim pekerja. Meskipun begitu, amandemen 2019 terkait Hukum Imigrasi membuatnya sulit dilakukan. Selain itu yang sedang “in”, pemerintah berencana untuk memberikan uang sebesar 100.000 yen bagi setiap pasangan yang melahirkan satu anak.
Sementara itu, sebuah studi dari Divisi Populasi PBB yang dirilis pada tahun 2000 menemukan bahwa Jepang perlu menaikkan usia pensiunnya menjadi 77 untuk mempertahankan rasio pekerja-pensiunan. Sebelum Perdana Menteri Yoshihide Suga memerintah, pemerintah Abe juga telah berjanji untuk mengatasi krisis ini dengan mengambil langkah-langkah untuk mendukung pasangan muda dalam membesarkan anak, misalnya dengan menggratiskan pendidikan prasekolah.
Pemerintah Jepang juga sebaiknya mengupayakan reformasi struktural dan ketenagakerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas bangsa meskipun pasokan pekerja menurun. Selain itu, orang lanjut usia dan wanita harus didorong untuk memainkan peran aktif dalam dunia kerja.
Lansia yang sehat pun lebih mampu untuk bekerja lebih lama, menunjukkan bahwa melindungi kesehatan para lansia akan meningkatkan produktivitas dan partisipasi mereka dalam dunia kerja. Sehatnya seseorang pun akan menghasilkan jumlah tabungan yang lebih tinggi, biaya pengobatan yang lebih rendah, dan peningkatan investasi asing langsung. Karena itu, pemerintah Jepang memiliki gagasan untuk menjadikan Jepang sebagai "masyarakat bebas usia" di mana orang-orang yang berusia 65 tahun ke atas tidak akan dianggap sebagai lansia dan didorong untuk tetap sehat dan terus bekerja.
Jika melihat uraian di atas, sebenarnya Jepang masih punya harapan ya meski penuaan populasinya terus bergerak cepat dengan memberdayakan lansia? Nah, pertanyaannya, apakah Jepang benar-benar mampu melakukannya untuk mencegah ekonomi negaranya tidak mati? Mari kita lihat saja nanti!