Pemerintah Jepang menyerah mengejar target waktu untuk meningkatkan angka keterlibatan wanita dalam hal bisnis dan politik menjadi setidaknya 30% pada akhir tahun ini. Hal tersebut diungkapkan oleh sumber terkait pada Rabu (15/7). Kini, pemerintah Jepang tidak menetapkan tenggat waktu pasti terkait rencana dasar baru untuk penyetaraan gender di Jepang dan mengganti “2020” dengan kata “secepatnya,” karena rasio pemimpin wanita masih sangat rendah setelah target pertama yang dicanangkan pada tahun 2003 silam.
Memberdayakan perempuan di masyarakat memang merupakan salah satu pilar pertumbuhan strategi ekonomi yang digagas Perdana Menteri Shinzo Abe. Meskipun begitu, tahun lalu, Jepang hanya menempati peringkat ke-121 dari 153 negara dalam peringkat gender-gap Forum Ekonomi Dunia, sangat jauh jika dibandingkan dengan perigkatnya di tahun sebelumnya (2018) yang menempati peringkat 110.
Target baru pemerintah Jepang akan dipresentasikan dalam sidang kabinet terkait persamaan gender yang direncanakan akan digelar awal minggu depan. Sidang tersebut akan membahas mengenai 5 rencana dasar terkait persamaaan gender untuk 5 tahun ke depan dengan keputusan kabinet yang rencananya akan diumumkan pada Desember mendatang.
Sebenarnya, pemerintah Jepang telah berusaha mengadopsi peraturan terkait pemberdayaan perempuan selama bertahun-tahun, termasuk mewajibkan perusahaan dan lembaga pemerintah untuk menetapkan target minimum pekerja perempuan dan untuk meningkatkan jumlah kandidat perempuan dalam pemilihan untuk mencapai kesetaraan.
Meskipun begitu, pada 2019, perempuan di Jepang hanya menduduki 14,8 persen dari posisi manajerial bisnis dan layanan sipil, sementara rasio anggota parlemen perempuan di Jepang hanya ada di angka 9,9 persen di majelis rendah dan 14,3 persen di majelis lokal.
Proporsi perempuan Jepang dalam peran manajerial sangat rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya. Menurut data statistik Organisasi Buruh Internasional, di negara lain seperti Amerika Serikat dan Swedia, ada sekitar 40% perempuan yang berperan dalam bidang manajerial, sementara Inggris dan Perancis memiliki sekitar 30% perempuan yang menduduki posisi tersebut.
Target awal pemerintah Jepang yang awalnya mengininkan agar posisi wanita dalam bidang politik dan bisnis menjadi 50% ditutunkan menjadi sekitar 30% saja karena dianggap lebih realistis.