Sejak dulu, seni bondage atau mengikat memang telah menjadi sebuah fetish seksual bagi orang-orang yang menyukai praktik BDSM. Nah, di Jepang, seni mengikat ini rupanya memiliki nama sendiri, yaitu Kinbaku, seni mengikat sensual yang melibatkan seseorang terikat dengan pola tali sederhana yang dibuat dari gabungan beberapa buah tali. Namun, meski memiliki nama khusus tersendiri, di luar Jepang, orang-orang menyebut seni mengikat Jepang ini dengan “shibari” yang berarti “mengikat.” Nah, agar lebih jelas,mari kita lihat uraiannya.
Apa Itu Shibari?
Shibari (mengikat) adalah sebuah bentuk dari seni mengikat sensual-artistik dari Jepang. Lahirnya konsep ini bermula dari Hojōjutsu, sebuah bentuk pembelaan diri yang digunakan oleh para samurai untuk menangkap kriminal di era Edo. Meskipun sebenarnya tidak terlihat jelas adanya kolerasi langsung antara shibari atau kinbaku dengan Hojōjutsu, praktik ini mulai populer di Jepang pada tahun 1950-an dan pada 1960, beberapa orang mulai membuat pertunjukan SM (Sadomasochism) secara langsung dan memperlihatkan seni mengikat Jepang ini. Beberapa teater kabuki klasik pun mulai membawa masuk seni shibari ke atas panggung dengan tema cerita SM. Kultur ini pun tetap hidup hingga sekarang.
Estetika Seni Mengikat Jepang
Seperti sudah disebutkan di atas, shibari adalah seni. Karena itu, mengikatnya pun tidak bisa sembarangan. Estetika posisi orang yang diikat itu sangat penting. Seni mengikat Jepang ini dapat diibedakan dari penggunaan kata (bentuk) dan peraturan estetikanya. Terkadang, posisi asimetris dan tidak nyaman pun diterapkan demi estetika. Meskipun begitu, umumnya, seni mengikat Jepang lebih mengutamakan bagaimana tali tersebut diaplikasikan sehingga kenikmatan lah yang diutamakan. Karena itulah, pengaplikasian tali menjadi cara para nawashi (seniman pengikat) untuk “berkomunikasi.”
Tali yang digunakan dalam teknik mengikat Jepang pun tidak sembarangan, yaitu tali dari serat tanaman alami, seperti rami atau linen. Namun, nawashi kontemporer terkadang menggunakan variasi tali dengan material berbeda, meski tali dengan serat alami dapat “terkunci” cengan mudah, yang berarti ikatan dapat terbentuk meski hanya ditalikan secara sederhana saja.
Cerita Dari Balik Seni Mengikat
Shibari atau seni mengikat memiliki banyak tujuan, cerita dan citra berbeda, tergantung keinginan sang seniman itu sendiri. Beberapa orang mempelajari shibari untuk kepuasan seksual, seperti yang terlihat dalam film-film dewasa di Jepang; ada juga yang mempelajarinya untuk tujuan fotografi, dan menggali estetika seni mengikat sensual Jepang ini; dan ada pula yang lebih tertarik dengan aksi menakjubkan dalam mengikat partner dan membuatnya “melayang” di udara.
“Bagiku, seni dari shibari terletak di emosi. Tali-tali itu menjadi medium untuk berkomunikasi,” ujar Subay, seorang nawashi asal Hong Kong.
Ia juga percaya bahwa shibari atau seni mengikat sensual Jepang ini seharusnya tidak terbatas bagi fetish dan kepuasan seksual antar pasangan saja. Menurutnya, shibari dapat menjadi media komunikasi yang dalam dan berarti antar teman.
“Aku suka dengan kata ‘ichigo-ichie’ (いちごいちえ). Kata ini sangat mendeskripsikan bagaimana esensi shibari yang aku percayai, terlepas dari gayaku: bahwa keindahan seni mengikat berkembang dalam satu momen yang tak dapat terulang.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Anna Bones, seorang nawashi yang berdomisili di London. Ia mengungkapkan bahwa shibari bisa terlihat sensual, bisa pula tidak.
“Seni shibari sama seperti menari: ada orang yang menganggapnya sensual, ada pula yang tidak,” kata dia.
“Mungkin mirip seperti menari bersama seorang teman. Itulah keindahan tali dan shibari,” sambungnya.
Sumber: