Berita Jepang | Japanesestation.com

Setalah perang saudara selama berabad-abad, Jepang kembali dipersatukan oleh shogun Tokugawa Ieyasu pada 1603. Tokugawa pun membangun Keshogunan Tokugawa, sebuah dinasti yang memimpin Jepang hingga 1867. Nah, era ini disebut “Zaman Edo” yang diambil dari nama ibu kota Jepang (sekarang Tokyo) saat itu. Nah di zaman ini, keshogunan membuat Jepang terisolasi dari dunia luar sebelum Amerika memaksa Jepang kembali membuka diri pada tahun 1850-an. Nah, meski terkurung, kehidupan masyarakat Jepang kuno ini sangat menarik lho. Bahkan, ada 4 fakta aneh di Jepang zaman kuno yang menarik untuk dibahas. Apa saja?  

1. Orang Jepang zaman dulu pendek!

fakta jepang kuno japanesestation.com
Samurai (listverse.com)

Jika melihat artis dan aktor Jepang zaman sekarang yang badannya menjulang, kalian mungkin tak akan percaya kalau orang Jepang zaman dulu itu pendek. Ya, Jepang pada zaman Edo hidup dalam hirearki, dengam samurai menempati peringkat tertinggi, diikuti oleh petani, pengarjin dan pedagang.

Nah, mereka yang berada di kasta rendah ini hidup dalam keadaan miskin, membuat mereka kekurangan nutrisi yang menyebabkan tubuh mereka pendek. Menurut sebuah studi dari Tokyo’s National Museum of Nature and Science, rata-rata tinggi pria dan wanita dewasa Jepang hanya 155 centimeter dan 145 centimeter saja!

2. Kotoran manusia = berharga?

fakta jepang kuno japanesestation.com
Toilet (listverse.com)

Karena kurangnya industri peternakan, Jepang zaman Edo kekurangan pupuk dari kotoran hewan. Untuk menangangi masalah ini, para petani pun menggunakan “pupuk malam,” pupuk dari kotoran manusia yang dikumpulkan pada malam hari.

Jadi di seluruh penjuru kota, para petani sukses memasang toilet di sepanjang jalan untuk mengumpulkan feses. Ya, ini adalah bisnis legal dan serius. Kaget?

3. Prostitusi legal dan brutal

fakta jepang kuno japanesestation.com
Brothel zaman Edo (listverse.com)

Meski masih memiliki red light district hingga kini, secara teknis prostitusi di Jepang itu “ilegal.” Padahal sampai sebelum tahun 1956, bisnis prostitusi dilegalkan.

Untuk memastikan keamanan, red light district zaman dulu memilii peraturan ketat dan dikelilingi dengan dinding tinggi serta para klien pun diminta untuk mematuhi peraturan dan para wanita oiran (PSK) pun sulit meninggalkan brothel saking ketatnya peraturan.

Jika dilihat dari pandangan kontemporer, bisnis prostitusi di Edo lebih mirip dengan penjualan budak seks. Apalagi, biasanya keluarga miskin menjual anak-anak perempuan mereka untuk melunasi hutang atau untuk menjadi sumber pendapatan. Dan bagi para PSK tingkat rendah, lingkungan bekerja mereka jauh lebih brutal lagi.

Tak hanya itu, meski ada klinik kesehatan, banyak PSK yang tewas akibat penyakit kelamin di usia muda. Ada juga yang memilih bunuh diri karena tak kuat dengan beban kehidupannnya. Miris ya?

4. Drama tentang bunuh diri malah membuat kasus bunuh diri bertambah

fakta jepang kuno japanesestation.com
Patung pasangan kekasih samurai-oiran (listverse.com)

Seperti sudah disebutkan di atas, prostitusi di zaman Edo memang legal dan brutal. Dan bukan hanya itu, ada “peraturan” antara konsumen dan PSK dimana mereka tak boleh saling mencintai.

Namun, bagaimana jadinya jika konsumen jatuh cinta pada salah satu PSK?

Kembali ke masalah hirearki. Era ini membuat pria yang berada di kelas atas dan menengah dianggap tabu jika menikahi kekasih mereka yang merupakan seorang PSK.

Mayoritas dari para konsumen tak dapat menanggung risiko atau “membeli” kebebasan PSK dan membawanya keluar brothel. Karena itu untuk menjamin kesetiaan konsumen yang jatuh cinta padanya terkadang memotong jari mereka untuk membuktikan cintanya dan memberikan jari itu pada klien favorit mereka.

Seakan belum cukup menyeramkan, simbol cinta mereka tersebut berkembang menjadi shinju alias bunuh diri bersama. Hal ini disebabkan oleh adanya krisis finansial pada awal abad 18 yang membuat kemiskinan makin merejarela, mendorong para pria yang jatuh miskin menjadi kehilangan akal sehat dan melakukan shinju bersama kekasih PSK-nya.

Shinju pun menjadi suatu fenomena sosial. Bahkan, beberapa kasus sensasional diadaptasi menjadi drama panggung. Namun, hal ini mengakibatkan makin bertambahnya bunuh diri.

Akhirnya, drama panggung tentang shinju pun diharamkan dan pemerintah menolak pemakaman bagi semua orang yang melakukan shinju. Memang, hal ini tak sepenuhnya efektif, namun praktik shinju semakin berkurang dan tak lagi membludak.

Menarik juga ya 4 fakta aneh Jepang zaman kuno?