Berita Jepang | Japanesestation.com

Pandemi virus corona yang tak kunjung usai memang membuat banyak bisnis terpaksa beralih ke bisnis online untuk bertahan hidup, seperti program geisha online di Kyoto. Dan ternyata, jaringan prostitusi Osaka pun melakukan hal yang sama.

Dilansir dari Tokyo Reporter, sebuah tabloid malam Jepang, Nikkan Gendai edisi 22 November mengungkapkan bahwa salah satu jaringan prostitusi di Osaka melakukan bisnisnya dengan cara merekrut pelanggan dari situs kencan. Dari cara tersebut, mereka dapat meraup keuntungan melimpah, sebelum akhirnya penegak hukum terlibat.  

Menurut esai tersebut, sang pemilik binis, Toshikazu Tamai (42) dan seorang karyawannya, Kenta Tsugawa (36), menggunakan smartphone mereka untuk membuat profil para wanita di situs deai-kei.

Seorang penyidik pun berkata bahwa para pelanggan pria yang merespon profil tersebut akan mendapat intstuksi terkait waktu dan tempat bertemu mereka, biasanya di sebuah distrik love hotel, seperti area Kita atau Minami. Mereka juga menginstruksikan apa yang harus dikenakan.  

“Ada 5 orang wanita, semuanya berumur sekitar 20 tahunan. Kelihatannya Tamai sebelumnya bekerja di bidang iklan perdagangan seks. Jadi, ia dapat menghubungi kontaknya serta mengundang teman-teman wanitanya untuk mengumpulkan wanita-wanita dalam bisnis tersebut,” ujar penyidik.

Di antara 5 wanita itu, ada di antara mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Namun, ada juga yang berbeda.

“Bagi yang lain, mereka menjual tubuh mereka demi mendapatkan uang agar bisa membayar di host club,” lanjut penyidik.

20.000 yen

prostitusi jepang japanesestation.com
Iklan bisnis prostitusi di Osaka (scmp.com)

Saat berkomunikasi dengan pelanggan, para wanita ini akan menggunakan semacam kode. Misalnya, kata betsuni (dibaca terpisah, menjadi “terpisah” dan “dua”) yang berarti harga “jasa” itu 20.000 yen plus ekstra (seperti biaya hotel).

Jaringan prostitusi ini akan membagi pendapatan mereka dengan para wanita. Mulai Januari hingga September, total pendapatan mereka mencapai 29 juta yen. Para PSK yang dapat melayani banyak pria per hari diketahui dapat meraup 1 juta yen dalam satu bulan saja.

Saat ditangkap atas tuduhan telah melanggar undang-undang anti prostitusi, Tamai pun membantah tuduhannya.

“Aku tak ingat akan hal itu,” ujar kepolisian mengutip tersangka.

Penggunaan internet cafe juga disebut-sebut merupakan salah satu cara agar mereka tak dapat dilacak. Smartphone pun dibagikan pada setiap wanita.

“Mereka memiliki 5 smartphone, satu untuk setiap gadis. Sepertinya, pendapatan yang diterima akan digunakan untuk menutupi kebutuhan hidup dan hiburan,” tutup penyidik.