Berita Jepang | Japanesestation.com

Sejak akhir Keshogunan Tokugawa (1853-1867) hingga Zaman Meiji (1868-1912) dan Zaman Taisho (1912-1926) ada satu fenomena yang berkembang di kalangan wanita miskin, yaitu “karayuki-san.” Wanita-wanita “karayuki-san” ini akan bekerja di bidang prostitusi di luar Jepang (teman-teman bisa membaca pembahasan karayuki-san yang dibuat JS di link berikut ya!). Dan setelah lama hilang, baru-baru ini ditemukan sebuah rekaman dari 60 tahun lalu, di mana salah satu karayuki-san membagikan pengalamannya.

Menurut laporan Mainichi, wanita yang tak disebutkan namanya tersebut mendeskripsikan semuanya. Mulai dari hutang yang harus dibayarnya, hingga harus melayani 49 pelanggan setiap harinya.  

Karena hampir tak ada rekaman terkait karayuki-san yang tersisa saat ini, rekaman ini pun dianggap sebagai salah satu dokumen bersejarah paling berharga yang dapat membuat kita memahami realita pada saat itu.

prostitusi karayuki-san japanesestation.com
Salah satu tape berisi rekaman wawancara antara pengarang Kohei Miyazaki dan seorang wanita "karayuki-san" (Zennosuke Uchijima/Mainichi.jp).

Nah, wanita dalam rekaman tersebut lahir di Prefektur Nagasaki, tepatnya di Kota Shimabara. Untuk membantu pengobatan sang ayah yang sakit dan menopang hidup saudara-saudaranya, ia membuat kesepakatan dengan seorang “pencari wanita” pada sekitar tahun 1904 dan pada umur 16 tahun ia dikirimkan ke Singapura dengan sebuah kapal. Di sana, ia bekerja di sebuah brothel dan akhirnya dibeli oleh seorang pria asal Inggris. Ia pun kembali ke Jepang satu tahun setelah Perang Dunia II berakhir dan meninggal pada 1967.

Rekaman tersebut direkam pada 1961 oleh pengarang Kohei Miyazaki (1917-1980) yang juga berasal dari Shimabara, saat ia mewawancarainya di umurnya yang ke-73. Miyazaki mengenal wanita tersebut dari seorang temannya setelah ia mengatakan bahwa ia ingin menulis novel tentang kehidupan karayuki-san, namun karena kesibukannya, ia tidak sempat menyelesaikan novel tersebut dan rekaman itu pun akhirnya disimpan oleh sang istri.

Karayuki-san, para wanita Jepang yang bekerja sebagai wanita penghibur di luar negeri (mothership.sg)

Rekaman tersebut berdurasi sepanjang 12 jam. Di dalamnya, ia mendeskripsikan pengalamannya dalam kapal dan bekerja di brothel dengan dialek Shimabara yang kental. Ia menceritakan pengalamannya menghabiskan sekitar satu bulan bersembunyi dalam kegelapan di geladak bawah kapal yang penuh dengan kotoran manusia, di mana batu bara dan barang lainnya disimpan. Si pencari wanita tersebut juga kerap memperkosa para wanita, dan untuk mencoba menghindari serangan, dia berkata dia menutupi tubuhnya dengan kotoran.

"Geladak bawah kapal itu seperti neraka," katanya dalam rekaman.

Sesampainya di brothel di Singapura, ia diberi tahu bahwa ia memiliki hutang yang sangat besar, termasuk biaya pelayarannya menuju Singapura. Putus asa, ia pun menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Saat masa super sibuk di mana ia bekerja untuk waktu yang panjang dan mengakibatkan rasa sakit yang tak tertahankan, ia akan mengoleskan petroleum jelly pada area pribadinya.

Dalam rekaman, ia menyebutkan berbagai hal mengerikan lain, seperti “Ada 49 orang. Saya melakukannya pada siang dan malam hari,” dan “Saya melakukannya pada pagi hari, mulai dari pukul 9 pagi hingga jam 3 sore. Malam harinya, saya menangis dan menangis,” ujarnya pada Miyazaki.

"Benar-benar parah. Saya tak pernah bisa melupakannya betapa buruknya pengalaman itu. Sangat menakutkan,” tambahnya.

prostitusi karayuki-san japanesestation.com
Karayuki-san (asayake.chicappa.jp)

Ia juga mengatakan bahwa dirinya hamil oleh anak dari pria asal Inggris yang membuatnya ke luar dari dunia prostitusi. Meski sebenarnya ia sangat senang, ternyata pria tersebut malah memaksanya untuk melakukan aborsi dan sterilisasi. Menurut pria itu, anak yang dikandungnya akan berdarah campuran dan mengalami diskriminasi. Ia pun terpaksa menurut.

Saat mengatakan, “Saya membunuh janin dan rahim saya,” suara sang karayuki-san terdengar bergetar dan sangat emosional.

Ia sempat menemukan kesuksesan di bisnis penanaman karet untuk sementara, lalu beralih ke bisnis hotel. Sayangnya, ia ditipu dan kehilangan hampir semua aset miliknya saat kembali ke Jepang. Akhirnya, ia menghabiskan sisa hidupnya dalam kemiskinan. Dan serelah ia membesarkan anak dari adik perempuannya yang meninggal terlebih dahulu, ia pun meninggal dunia.