Berita Jepang | Japanesestation.com

“Sampai jumpa. Semoga kita bisa bertemu lagi nanti!”

Kalimat di atas biasa kita sampaikan saat berpisah dengan sahabat dalam sebuah reuni. Dan kalimat itu juga diucapkan oleh Nozomi Kaminagakura dan Mari Yamamoto sembari berpelukan di sudut halaman penuh rumput liar sebuah sekolah di kota Namie di Prefektur Fukushima yang sebagian areanya masih dalam perintah evakuasi.

Kedua sahabat ini sebenarnya bertetangga hingga mereka terpaksa berpisah dan harus meninggalkan kampung halamannya sewaktu kelas 4 SD dulu akibat bencana nukir Fukushima yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami Tohoku pada Maret 2011 silam.

Hampir sepanjang hari, mereka terus tersenyum saat mengunjungi Namie [ada Januari lalu, meski senyuman tersebut berubah menjadi tangisan haru saat keduanya akan berpisah. Saat itu, keduanya mengenakan kimono setelah menghadiri upacara hari kedewasaan (seijin shiki) di kota tersebut.

Karena pandemi COVID-19 masih menguasai Jepang, bangku-bangku saat upacara berjarak terpisah satu sama lain dan para partisipan hanya melepas masker mereka untuk berfoto. Tentunya, tak ada pesta reuni selepas upacara.

bencana nuklir fukushima reuni japanesestation.com
Mengunjungi SD Karino. (Kyodo)

Sebelas ex-teman sekelas bersama keluarga mereka mengunjungi bangunan Sekolah Dasar Karino yang rencananya akan dirubuhkan.

Kontras dengan halaman sekolah mereka yang tak terurus, para pemuda dan pemudi tersebut terlihat ceria, mengenang hari-hari mereka saat sekolah dulu dan berfoto bersama. Bahkan, orang tua mereka pun terlihat bahagia melihat anak-anaknya menikmati reuni mereka.

bencana nuklir fukushima reuni japanesestation.com
Ke-11 teman masa kecil berfoto bersama. (Kyodo)

"Di mana kalian tinggal sekarang,” tanya salah satu dari mereka.

"Apakah kalian benar-benar mengingatku?” tanya yang lain.

Reuni tersebut menjadi kali pertama kembalinya mereka ke sekolah sejak bencana nuklir memaksa semua penduduk kota untuk mengungsi.

"Kami harus berpisah tanpa adanya persiapan sama sekali,” ujar salah satu dari mereka.

Kaminagakura yang kini merupakan seorang mahasiswi di  Sendai, Prefektur MIyagi, mengatakan bahwa area tempat ia dan Yamamoto tinggal masih tak bisa dimasuki karena tingkat radiasinya yang masih tinggi. Memanggil satu sama lain dengan "Non-chan" dan "Mari-chan," keduanya selalu bermain bersama hampir setiap harinya di dekat sungai saat musim panas dan di sebuah bukit saat musim dingin.

bencana nuklir fukushima reuni japanesestation.com
Nozomi Kaminagakura (kiri) dan Mari Yamamoto berpose di halaman sekolah. (Kyodo)

"Saya tidak pernah berpikir kami bisa bertemu lagi. Ini bukanlah Namie yang saya kenal,” ujar Kaminagakura.

Meskipun begitu, saat berkumpul di sekolah, ia bisa mengobrol bebas bersama mantan teman-teman sekelasnya setelah harus terpisah untuk waktu yang lama.

"Saya sangat senang mereka tak berubah sama sekali," ujarnya,

Sementara itu, Minori Yoshida yang kini terdaftar sebagai salah satu siswi sekolah kejuruan di Yokohama, terpaksa mengungsi saat ia dan keluarganya tengah bersiap-siap untuk pindah ke rumah baru mereka. Kini, rumah tersbeut tetap kosong.

bencana nuklir fukushima reuni japanesestation.com
Ke-11 teman masa kecil berfoto bersama. (Kyodo)

"Saya selalu merasa tenang setiap datang ke Namie," ujar Yoshida yang kembali ke Namie untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terakhir bersama keluarganya yang kini tinggal di Kota Fukushima.

Saat ditanya tentang alasannya, Yoshida menjawab, “Karena ini di pedesaan? Perasaanku campur aduk sih saat melihat pemandangannya kini.”

Yoshida juga mengatakan bahwa teman-temannya dari Namie sangat spesial baginya.

Reuni ini mungkin akan menjadi kali terakhir para teman masa kecil ini dapat berkumpul di bekas sekolah mereka sebelum bangunan tersebut dirubuhkan. Mereka pun berfoto bersama di depan bangunan sekolah.

Sebuah banner pun ditempatkan di bangunan bertingkat tiga tersebut. Banner tersebut berbunyi, “Tetap berada dalam hati siswa Karino. Terima kasih, SD  Karino."

Sayangnya, matahari mulai terbenam dan mereka pun harus berpisah.

“Sampai jumpa. Semoga kita bisa bertemu lagi nanti!”