Berita Jepang | Japanesestation.com

Untuk merekrut lebih banyak guru di sekolah, Pemerintah Jepang melakukan kampanye media sosial akhir-akhir ini. "Proyek #batonpengajar dimulai! Kami memulai proyek baru ini dengan meminta semua guru di seluruh negeri untuk memposting saran dan pesan kepada calon guru! Melalui postingan ini, kini para guru dapat memberikan #batonpengajar kepada para individu muda yang bercita-cita menjadi guru. Ikuti terus dan lihat apa yang guru katakan!”

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang atau yang biasa disebut dengan MEXT, telah memulai kampanye hashtag Twitter untuk mengajak lebih banyak anak muda agar tertarik dengan profesi sebagai pengajar. Kampanye tersebut menyerukan kepada para guru untuk men-tweet tentang pengalaman mereka dengan #教師のバトン atau "baton pengajar" sehingga dapat menginspirasi generasi pengajar berikutnya di Jepang.

Sekilas, konsep tersebut tampak seperti peluang besar bagi para guru untuk menyampaikan cerita mereka kepada pengajar di masa yang akan datang, namun proyek ini justru menjadi bumerang bagi pemerintah. Sebagian besar guru justru berbagi pengalaman sulit mereka di tempat kerja serta keluhan terhadap sistem pendidikan saat ini.

“Saya benar-benar ingin mendukung proyek ini, tetapi sangat sulit ketika ketika saya harus pergi bekerja pada hari Sabtu untuk pengawasan wajib kegiatan klub sementara kantor pemerintah daerah tutup pada hari itu…”
“Saya baru saja pulang kerja. Saya berada di ambang karoshi. Selamat malam semuanya."
“Saya melahirkan dan cuti di tengah tahun ajaran. Meskipun saya sangat bahagia, saya terus-menerus menerima telepon dari kepala sekolah bahwa saya merepotkan semua orang. Mereka bahkan tidak pernah memberi selamat kepada saya atas anak saya yang baru lahir. Kepada bayi saya, terima kasih telah hadir. Terima kasih, mama bisa istirahat sekarang.”
“Saya sudah menjadi guru selama 38 tahun. Besok, saya akan pensiun. Ketika saya masih muda, dari pagi hingga sore, dan bahkan pada hari Sabtu, saya terus bekerja. Saya pikir hari-hari saya terpenuhi. Tapi sekarang setelah dipikir-pikir, saya merasa seperti kehilangan terlalu banyak hal dalam prosesnya."

Dibayar rendah, kurang dihargai, dan kurang terlayani. Para pengajar di Jepang sering kali mengerjakan banyak tugas seperti mengajar, merencanakan pelajaran, mengawasi kegiatan klub ekstrakurikuler, atau bahkan menyelesaikan tugas administrasi yang sulit. Akun resmi kampanye Twitter telah memposting pernyataan resmi sebagai tanggapan keluhan para pengajar di situs web media sosial Jepang bernama Note. Pernyataan tersebut menampung beberapa permintaan para guru, seperti mempersingkat jam kerja, menyesuaikan gaji, meningkatkan jumlah pengajar dan staf di sekolah, dan berjanji untuk memberlakukan perubahan untuk membantu meringankan beban guru terkait pekerjaan mereka.

Pada akhirnya, para pengajar ingin terus mendukung siswanya, tentunya dengan diimbangi kehidupan kerja yang sehat dan diberi kompensasi yang sesuai untuk pekerjaan mereka. Mempekerjakan lebih banyak guru dan staf sekolah memang penting, tetapi semoga MEXT menyadari bahwa peningkatan pelayanan untuk menjaga kesehatan tubuh dan mental guru juga sama pentingnya.