Dengan total area hanya seluas 2.190 kilometer persegi, Tokyo berada di peringkat ketiga prefektur terkecil di Jepang (setelah Kagawa dan Osaka). Namun, meski terbilang sangat sempit, kota metropolis ini seakan menjadi magnet bagi orang-orang dari berbagai area, bahkan negara lain, terbukti dengan total penduduk asing di Tokyo yang jumlahnya sudah melebihi penduduk asli Tokyo sendiri. Dan ternyata, populasi penduduk Tokyo sudah bertambah hampir 2 kali lipat di antara tahun 1950 hingga 2000, dan terus bertambah hingga sekarang. Kini, dengan total populasi sebanyak 6.168.7 orang per kilometer persegi, Tokyo menjadi prefektur dengan populasi tertinggi di seluruh Jepang. Jumlah populasinya 90 kali lebih tinggi dibanding Hokkaidō, yang memiliki kepadatan terendah dengan 86,6 orang per kilometer persegi.
Nah, karena Tokyo tak mungkin membesar dengan sendirinya, satu-satunya cara untuk tetap tinggal di tempat ini adalah dengan membangun rumah ke atas alias bertingkat. Hal ini dibuktikan dengan tren bangunan kompleks perumahan yang menunjukkan bahwa pada tahun 1998 yang memiliki konstruksi tinggi dengan bangunan berlantai enam atau lebih.
Rata-rata lantai rumah di Tokyo berukuran sekitar 65,18 meter persegi, atau sekitar 70% dari rata-rata rumah-rumah nasional, menempatkan kota metropolis ini di posisi terendah di antara 47 prefektur di Jepang. Namun, harga dan luas rumah Tokyo seaakan berbanding terbalik. Bahkan, unit-unit rumah kecil di Tokyo memiliki harga tinggi, jadi, tidak mudah bagi orang-orang di Tokyo untuk memiliki rumah sendiri. Tingkat kepemilikan rumah di Tokyo memang kurang di bawah 50%, atau di peringkat ke-46 di seluruh Jepang.
Meskipun begitu, daya tarik kota ini tetap kuat, meskipun penduduk Tokyo tidak dapat hidup “nyaman,” seperti layaknya di desa dan pinggiran kota.