Berita Jepang | Japanesestation.com

Masih ingat dengan kasus di mana seorang remaja Jepang menuntut pemerintah gara-gara waktu bermain gamenya dibatasi? Di artikel tersebut sempat disinggung kan kalau pada musim semi tahun lalu, politikus Jepang di Prefektur Kagawa membuat sebuah peraturan yang membatasi waktu anak di bawah peraturan yang membatasi waktu anak di bawah umur dalam bermain video game atau mobile game. Peraturan yang disebut Tindakan Terhadap Kecanduan Game dan Internet ini membatasi waktu bermain game anak-anak di bawah umur 18 tahun maksimal 60 menit pada hari kerja dan 90 menit ketika weekend.

Nah, peraturan ini pertama kali muncul di Prefektur Kagawa yang populasinya kurang dari satu juta orang saja, karena itulah peraturan ini tidak terlalu berdampak pada Jepang. Namun, bagaimana jika kota besar seperti Tokyo menerapkan aturan ini? Apakah peraturan ini dibutuhkan? Pada Rabu (24/2) lalu, Gubernur Tokyo Yuriko Koike diberi pertanyaan terkait apakah ia berencana untuk membatasi waktu main game bagi anak-anak berusia di bawah 18 tahun yang tinggal di Tokyo. Pertanyaan tersebut diajukan pada sesi pleno Tokyo Metropolitan Assembly pada Rabu, dan beginilah respon Koike:

“Berkenaan dengan tindakan pencegahan terhadap kecanduan video game dan  internet, penting bagi pemerintah kota untuk menilai informasi yang tersedia dengan tenang. Saya juga belum mempertimbangkan untuk menerapkan batas waktu terhadap hal yang tidak memiliki dasar ilmiah.”

Kata-kata Koike tentunya membuat lega para gamer yang berusia di bawah umur di Tokyo, apalagi Koike sempat berkata akan “mengamati efek peraturan” sejak Kagawa memberlakukannya pada musim semi lalu. Namun, sepertinya Koike   percaya bahwa batasan waktu bermain game dan internet bukanlah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.

Kendati demikian, bukan berarti bahwa Koike sepenuhnya menolak bahwa bermain game dan penggunaan internet berlebihan tidak memiliki dampak negatif pada kaum muda, dan mengatakan bahwa ia ingin berkata menawarkan beberapa hal seperti kursus perkembangan dan layanan konseling untuk membantu orang tua yang anak-anaknya kecanduan game. Namun, Koike sendirimenegaskan bahwa ia tetap menghormati otonomi dan peraturan yang dibuat orang tua anak-anak tersebut. Ia juga berpendapat bahwa kata “berlebihan” bisa berbeda dari satu individu ke individu lainnya, dan hanya masing-masing keluarga lah yang bisa mengaturnya.