Dengan mengenakan penutup kepala khusus, bidang pandang berubah menjadi pemandangan laut. Seekor hiu entah dari mana tiba-tiba mendekat dan menabrakkan dirinya ke jeruji penghalang, hingga menyebabkan layar untuk terguncang keras.
Sistem virtual reality, yang disebut Morpheus, mengambil panggung pusat di stan Sony Computer Entertainment Inc. pada acara Tokyo Game Show, yang diadakan dari tanggal 18-21 September di pusat konvensi Makuhari Messe di Mihama Ward, Chiba. Para pembuat konsol yang bersemangat untuk mengekang penyusutan penjualan di Jepang, mengejar teknologi video game canggih yang berinteraksi dengan gerakan fisik dan indera penggunanya, suatu fitur yang tidak tersedia pada video game di smartphone saingannya. Pada saat yang sama, para pembuat game berusaha untuk menjaga para penggunanya agar tidak beralih ke smartphone dengan memproduksi game yang bisa dimainkan jauh dari rumah. Masih harus dilihat apakah pendekatan dua arah ini bisa membalikkan menurunnya popularitas konsol mandiri. Morpheus, yang berfungsi dengan PlayStation 4, ditunjukkan untuk pertama kalinya di Jepang. Selain latar laut, sistem ini memungkinkan para penggunanya untuk bermain sebagai seorang ksatria dalam game pertarungan. Gambar pada layarnya, yang dipasang di dalam headset, berubah sesuai dengan gerakan kepala penggunanya. Presiden SCE Andrew House mengatakan ia ingin mengejar evolusi konsol game khusus sebagai platform eksklusif untuk game-game yang berkembang dan berperforma tinggi. Mesin-mesin game yang menawarkan pengalaman virtual reality muncul di pasar sekitar tahun 1990-an untuk digunakan di tempat-tempat tertentu seperti arcade. Namun, karena mereka gagal memberikan pengalaman terlibat secara penuh di dalamnya, popularitas mereka menjadi terbatas. Sistem mereka juga mahal.
Sejak saat itu, berbagai langkah besar telah dibuat dalam teknologi pengolahan gambar, dan peralatannya menjadi semakin kompak. SCE berharap untuk memasarkan Morpheus pada awal 2015, karena mereka mengharapkan untuk mengurangi harga dari model-model yang digunakan di rumah ke tingkat yang wajar. Para pembuat konsol berfokus pada interaktivitas dengan gerakan fisik dan indera para penggunanya karena mereka tahu mereka bukan tandingan untuk smartphone dalam hal menawarkan game yang mudah untuk dimainkan karena "memakan waktu." Sementara itu, para pembuat perangkat lunak konsol sedang berusaha untuk memenangkan kembali para pengguna untuk konsol rumahan dengan memperkuat kolaborasi mereka dengan smartphone. Konami Digital Entertainment Co. dan Koei Tecmo Games Co. telah merilis game-game smartphone gratis bertepatan dengan rilisnya berbagai judul konsol baru tahun ini, yang memungkinkan para penggunanya untuk bermain dengan karakter yang sama di keduanya. Sebagai contoh, senjata, makanan dan barang-barang lainnya yang diperoleh pada smartphone tetap diperoleh oleh karakternya pada versi konsol. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, menurut Hirokazu Hamamura, managing director dari Kadokawa Corp., penerbit majalah video game Famitsu. "Lebih banyak upaya akan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik dari berbagai judul konsol melalui aplikasi game (smartphone) yang mudah untuk dimainkan," kata Hamamura. Pergeseran oleh para pembuat konsol ini muncul di tengah ekspansi yang cepat dari berbagai game smartphone di pasar Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Famitsu mengatakan game-game online, seperti yang dimainkan pada smartphone, telah melampaui konsol game rumahan dalam hal ukuran pasar pada tahun 2012.