Berita Jepang | Japanesestation.com

Hingga kini, NEET masih menjadi salah satu masalah sosial yang belum bisa hilang dari Jepang.  Bahkan, di tahun 2020 ini, ada NEET jenis baru, Neo-NEET. Memang apa sih sebenarnya NEET itu dan bagaimana tanggapan pemerintah Jepang terhadap para NEET? Simak pembahasannya.

NEET sendiri merupakan akromin dari “Not in Education, Employment, or Training.” Intinya, seseorang yang tidak mengenyam pendidikan dan juga tidak bekerja. Biasanya, NEET juga menghindari interaksi dari dunia luar, layaknya seorang hikikomori.

Ilustrasi pria hikikomori (pakutaso.com)

Para NEET di Jepang biasanya masih berusia muda, sekitar 18-30 tahunan. Dan di mata para masyarakat konservatif Jepang, para NEET kerap dianggap sebagai seorang pemalas. Bahkan, dalam berbagai karya sastra dan media, mereka kerap dideskripsikan sebagai sesorang yang menghabiskan waktu mereka di depan TV maupun internet, bermain komputer, bermain game, dan masih banyak lagi. Namun, apakah benar seluruh NEET begitu? Mungkin tidak juga, ya, apalagi jika dikaitkan dengan para Neo-NEET kini. (Untuk Neo-NEET sendiri akan dibahas di bawah, jadi, terus baca pembahasannya!)

NEET jelas bertolak belakang dengan image orang-orang pada orang Jepang yang selalu bekerja keras dan rajin. Namun, kenyataan berkata lain kan? Tetap saja ada beberapa golongan individu yang tidak seperti itu, meski mungkin jumlahnya lebih sedikit dibandingkan orang Jepang “normal” yang pekerja keras. NEET juga memiliki keunikan sendiri, populasi mereka cenderung meningkat tajam pada bulan Januari, Agustus, September, dan November. Namun, alasannya belum diketahui hingga kini.

NEET = Hikikomori?

Ilustrasi Hikikomori. (pakutaso.com)

Setelah melihat penjelasan dan fakta bahwa para NEET tidak sekolah, tidak bekerja dan cenderung menghindari interaksi sosial, mungkin kalian akan berpikir kalau NEET itu adalah hikikomori. Padahal, jawabannya bisa iya dan bisa juga tidak lho. Mengapa?

Hikikomori adalah orang yang “mengurung diri.” Mereka memang tidak pernah meninggalkan rmah mereka dan tidak melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Tapi, seorang hikikomori belum tentu seorang NEET lho, bisa saja ia belajar dan bekerja dari dalam rumahnya. Tidak seperti NEET yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan dan tidak belajar. Sementara itu, NEET juga bisa ke luar dari rumahnya, tidak seperti hikikomori yang mengurung diri.

Meskipun begitu, ada juga kok seorang hikikomori yang juga seorang NEET dan benar-benar mengisolasi dirinya.

Neo-NEET, NEET Generasi Baru Jepang

NEET masalah Jepang japanesestation.com
Image seorang NEET menurut masyarakat konservatif (pakutaso.com)

Dilansir dari Japan Today, ada istilah baru dan unik terkait NEET, Neo-NEET, generasi baru dari NEET. Nah, apa itu? Agar lebih jelas, mari kita “bertemu” dengan Daishi-san (25), seseorang yang mengaku bahwa dia adalah seorang Neo-NEET.

Nah, seorang NEET biasanya hidup bergantung pada orang tua mereka karena tidak memiliki pekerjaan. Namun, Neo-NEET berbeda, mereka menghidupi diri sendiri dan menurut artikel dari Spa! yang dikutip oleh Japan Today, Daishi hidup dengan “bergantung pada uang orang lain.”

Daishi punya cara unik untuk hidup sebagai seorang NEET dengan memanfaatkan follower akun Twitter-nya yang mencapai 700 orang. Nah, janji Daishi sendiri bahwa ia tidak akan pernah bekerja berarti “bekerja normal” layaknya seorang pegawai. Karena itu, pekerjaan non formal dan “aneh” tak masalah baginya. Karena itulah ia membuat program “rent-a-NEET.” Ia akan melakukan apapun yang harus dilakukan, apapun yang kamu minta, dan upahnya pun bergantung pada sang pelanggan. Ia bisa membersihkan taman, menjadi seorang model foto dan seiyuu atau membersihkan rumah yang akan disewakan. Hanya itu? Tentu tidak. Ia akan menemanimu minum-minum jika diminta, baik di bar biasa ataupun gay bar. Ia menjalankan bisnisnya lewat komputer dan Twitter-nya.

Hal yang sama pun dilakukan oleh “Pro-ogorareya,” (21). Nama yang ia gunakan adalah “pro” dalam “profesional” dan kata “ditraktir.” Namun tak seperti Daishi, ia malah membuat sebuah majalah email yang dapat menarik perhatian para subscribernya. Nah, para follower-nya akan mentraktir dirinya dengan membelikan makanan, minuman, dan lain. Unik juga ya?

Apakah yang dilakukan kedua Neo-NEET di atas masih bisa dikategorikan sebagai NEET? Entahlah.

Nah, di halaman berikutnya, masih ada bahasan tentang reaksi pemerintah Jepang terhadap NEET. Terus baca ya!