Meskipun merupakan sebuah kota kecil di Prefektur Shimane, Tsuwano menyimpan sebuah festival yang memiliki sejarah beberapa ratus tahun. Festival yang berama Sagimai ini memberikan penghormatan kepada burung bangau, yang menjadi simbol keberuntungan di Jepang.
Tarian burung bangau telah ada lebih dari 400 tahun yag lalu dan diyakini merupakan upacara paling penting masyarakat Tsuwano. Yuk baca lebih lanjut untuk mengetahui asal-usul, makna, serta keunikan dari tarian Sagimai, dan bagaimana tradisi ini tetap hidup dan dihargai hingga hari ini.
Tradisi Lebih Dari 400 Tahun
Sagimai awalnya berasal dari Festival Gion di Kyoto dan pertama kali diperkenalkan ke Klan Ouchi di Yamaguchi, higga akhirnya dibawa ke Tsuwano pada tahun 1542 oleh Klan Yoshimi. Meskipun upacara ini tidak lagi dilakukan di Kyoto dan Yamaguchi, masyarakat Tsuwano tetap mempertahankannya selama 470 tahun terakhir.
Satu-satunya waktu Sagimai tidak diadakan adalah ketika Klan Sakazaki ingin menghapus adat istiadat penguasa dari penguasa wilayah sebelumnya, yakni Klan Yoshimi. Klan Sakazaki berkuasa dalam waktu singkat dari tahun 1601 hingga 1616, dan klan Kamei berikutnya memperkenalkan kembali tarian ini pada tahun 1643.
Festival Tarian Burung Bangau
Sagimai adalah ritual tahunan yang melibatkan dua burung bangau, satu jantan dan satu betina, serta puluhan pemain lainnya yang memainkan seruling, drum dan bernyanyi. Kedua bangau tersebut melebarkan sayapnya sambil menari mengelilingi satu sama lain, menyerupai tarian burung yang sedang kawin.
Kostum burung bangau memiliki berat total sekitar 15 kilogram. Dengan bagian kepala memiliki berat 3 kilogram dan tinggi 85 centimeter, sedangkan sayapnya terdiri dari 39 bulu yang terbuat dari kayu. Pada Bulan Juni 1961, festival ini telah ditetapkan sebagai aset budaya takbenda oleh prefektur.
Pertunjukan ini berlangsung setiap tahun pada tanggal 20 hingga 27 Juli di Kuil Iyasaka, yang diyakini sebagai tempat tinggal dewa. Burung bangau dipercaya dapat melindungi masyarakat dari penyakit dan wabah, sedangkan para penari dengan wig merah dan tongkat panjang dipercaya menjadi simbol pengusiran roh-roh jahat.
Pada tanggal 20 Juli, tarian seremonial dilakukan di 10 lokasi di kota, mulai dari kuil, menuju ke tempat di mana istana berdiri (sekarang sekolah menengah Tsuwano) dan seterusnya ke bekas kota pedagang. Tujuan terakhir adalah Otabisho, tempat peristirahatan sementara dewa. Hingga pada tanggal 27, para penari kembali lagi ke Kuil Yasaka.
Cara Berkunjung ke Tsuwano
Salah satu cara untuk mengujungi Tsuwano adalah dengan menaiki kereta peluru Shinkansen dari Stasiun Hakata (sekitar 35 menit) atau Stasiun Hiroshima (sekitar 30 menit) dan turunlah di Stasiun Shin-Yamaguchi. Kemudian beralihlah ke San-in Line Limited Express menuju Yonago (sekitar 1 jam) dan turun di Stasiun Tsuwano.
Lokasi terbaik untuk menyaksikan tarian Bangau dengan banyak orang dan wisatawan adalah Jalan Tonomachi dan Kuil Yasaka. Dari stasiun, Kuil Yasaka dapat dicapai dengan berjalan kaki selama lima belas menit. Berjalan di sepanjang jalan utama, kuil ini akan berada di sebelah kananmu saat kamu mendekati persimpangan lampu lalu lintas dan jembatan sungai. Lanjutlah berjala melalui gerbang torii, pastikan kamu tetap berada di jalan utama dan hindari menyeberangi sungai.
Sumber: Japan Travel, Shimane Offical Tourism, JNTO