Apa yang kalian pikirkan jika mendengar kata negara boneka? Mungkin, teman-teman JS akan teringat pada negara-negara boneka buatan Belanda di Indonesia yang biasa kita lihat di buku-buku sejarah dulu. Ya, negara boneka memang bukanlah hal aneh pada masa sebelum, saat dan setelah Perang Dunia II dulu. Dan rupanya, bukan hanya Belanda yang membuat negara-negara boneka, Jepang juga sempat membuatnya. Dan dari sekian banyak negara boneka yang dibuat Jepang, yang paling melegenda adalah Manchukuo, negara boneka di area Cina yang melibatkan kaisar terakhir Dinasti Qing, Puyi. Nah, bagaimana kisah di balik negara boneka buatan Jepang ini? Mari kita bahas.
Awal Terbentuknya Manchukuo
Akhir dari Perang Russo-Jepang (1904–1905) membuat Jepang mengambil alih pengaruh Rusia dari Manchuria dan mulai mengambil alih Jalur Kereta Manchuria Selatan buatan Rusia. Tentara-tentara Jepang pun ikut diboyong ke Manchuria karena dianggap penting untuk status Jepang yang tengah berusaha mengembangkan sayapnya.
Nah, lantas, apa hubungannya dengan Puyi? Mana kata “Manchukuo-nya?”
Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kembali sejenak ke tahun 1908, saat Puyi naik takhta menjadi kaisar di usianya yang baru menginjak 2 tahun.
Saat Puyi naik takhta, suasana sedang kacau. Penduduk Cina yang merupakan Anti Manchu (warga Manchuria, pendiri Dinasti Qing), menuntut adanya reformasi, belum lagi adanya rencana penggulingan dinasti yang diprakarsai Jenderal Yuan Shikai. Karena itulah, naik takhtanya Puyi hanyalah semacam simbol yang memperlihatkan kalau dinasti ini dapat bertahan lebih lama meski diterpa berbagai tekanan.
Puyi pun menjalani hidupnya sebagai kaisar hingga berusia 8 tahun, saat di mana tuntutan reformasi tak dapat lagi terbendung dan Yuan Shikai berhasil menggulingkan kekuasaan Puyi. Akhirnya, pada tanggal 12 Februari 1912, Dekrit Kekaisaran tentang Penurunan Takhta Kaisar Qing dirilis.
Meski digulingkan, Puyi tetap bisa tinggal di area utara Kota Terlarang dan mendapat subsidi tahunan sebanyak empat juta tael perak dari Republik Cina untuk urusan rumah tangga kekaisaran. Malangnya, Puyi yang masih kanak-kanak tak tahu apa yang menimpanya dan masih menganggap dirinya sebagai seorang kaisar saat ia dipindahkan. Namun, setelah beranjak remaja ia akhirnya mengetahui bahwa jabatan singkatnya tersebut merupakan hasil dari pertentangan pihak istana dan pengkhianatan Yuan Shikai.
Nah, setelah invasi Jepang terhadap Manchuria pada tahun 1931, anggota militer Jepang pun berencana untuk memisahkan area tersebut dari kekuasaan Cina dan membuat sebuah negara boneka milik Jepang. Dan untuk menciptakan adanya suasana “sah,” mereka meminta sang Kaisar Terakhir Dinasti Qing, Puyi, untuk memboyong pengikutnya dan menjadi kepala negara Manchuria dengan iming-iming kebangkitan Dinasti Qing (yang tentu saja bohong). Hal ini pun diterima Puyi.
Dan pada 1 Maret 1932, Manchukuo pun resmi berdiri dan mendapat pengakuan dari Jepang pada 15 September 1932 melalui Japan–Manchukuo Protocol. Jepang pun menggunakan Puyi sebagai pimpinan boneka bagi negara bonekanya tersebut di hari yang sama. Dan dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi Kaisar Manchukuo dengan nama era Kangde (康德). Zheng Xiaoxu, pengikut setia Puyi pun diangkat menjadi perdana menteri pertama hingga pada 1935, posisinya digantikan oleh Zhang Jinghui.
Sebagai pemimpin dari negara boneka, Puyi hanya berperan “memimpin” semantara kekuasaan asli ada di tangan militer Jepang. Para menteri pun hanya berperan sebagai “front-men” bagi wakil perdana menteri, warga Jepang yang membuat semua keputusan.
Dengan dibentuknya Manchukuo, rencana Jepang pun sukses. Manchukuo pun menjadi area industri besar akibat investasi dan kekayaan alam Jepang. Kesuksesannya pun membuat penduduk Jepang ogah melepas Manchuria karena saat itu ekonomi Jepang tengah hancur akibat adanya Great Depression.
Runtuhnya Manchukuo
Sayangnya, kejayaan Manchukuo tak bertahan lama. Sebelum Perang Dunia II dimulai, Jepang menjajah Manchukuo dan menggunakannya sebagai basis untuk menyerbu Cina. Jenderal Manchu, Tong Linge pun tewas di tangan tentara Jepang di Pertempuran Beiping–Tianjin, memicu dimulainya Pertempuan Sino-Jepang Kedua.
Pada musim panas 1939, sengketa perbatasan antara Manchukuo dan Republik Rakyat Mongolia mengakibatkan Pertempuran Khalkhin Gol. Dalam pertempuran ini, pasukan gabungan Soviet-Mongolia berhasil mengalahkan Tentara Kwantung Jepang (Kantōgun) yang didukung oleh pasukan Manchukuo.
Pada 8 Agustus 1945, Uni Soviet pun mendeklarasikan perang terhadap Jepang dan menginvasi Manchukuo dari Manchuria luar dan Mongolia luar. Saat Soviet menyerang, Tentara Kekaisaran Manchukuo yang terdiri dari 200.000 orang kalah dan akhirnya menyerah pada Soviet tanpa menembak satu kali pun. Emperor Kangde yang berusaha kabur ke Jepang untuk menyerah pada Amerika pun ditangkap oleh Uni Soviet yang akhirnya mengekstradisinya ke pemerintah komunis di Cina, di mana ia dipenjara sebagai kriminal perang bersama pejabat Manchukuo lainnya.
Dengan ditangkapnya seluruh penjabat Manchukuo dan menyerahnya Jepang pada tentara sekutu, hancurlah sudah negara boneka buatan Jepang tersebut. Kini, Manchukuo kembali menjadi bagian dari Cina.
Nah, itulah sekilas tentang Manchukuo, negara boneka buatan Jepang!
Sumber: