Menjadi tunawisma bukanlah suatu kejahatan, tetapi di mata beberapa orang mungkin demikian. Tidur di bangku, meminta uang atau makanan, atau bahkan hanya duduk di tempat umum sudah cukup untuk membuat mereka bermasalah dengan penduduk setempat. Dalam kasus pembunuhan kali ini, hal itu bahkan membuat seseorang terbunuh.
Seorang wanita tunawisma berusia 64 tahun, Misako Obayashi, sering menghabiskan malamnya di bangku halte bus di lingkungan Hatagaya di Shibuya, Tokyo, menurut penduduk setempat. Tetapi pada pukul lima pagi di tanggal 16 November, dia ditemukan terbaring di tanah menghadap ke atas di samping halte tersebut. Meskipun langsung dilarikan ke rumah sakit setelah ditemukan, wanita itu tidak selamat. Dinyatakan bahwa penyebab kematiannya adalah perdarahan subarachnoid traumatis dari pukulan keras ke kepalanya.
Rekaman keamanan di sekitar halte bus menunjukkan ada seorang pria yang memukul kepala korban dengan kantong plastik berisi barang-barang yang tidak diketahui. Baru lima hari kemudian pelakunya ditangkap. Pada tanggal 21 November pukul 3 pagi, Kazuhito Yoshida, 46 tahun, dikawal oleh ibunya ke kantor polisi, menyerahkan diri dan mengaku melakukan pembunuhan.
Yoshida tinggal di daerah tempat kejadian dan secara teratur menjadi sukarelawan untuk membantu membersihkan lingkungan. Ia mengira mengusir wanita tunawisma tersebut dari daerahnya adalah tugasnya. "Saya pikir jika saya menyakitinya sedikit, dia akan pergi," katanya. "Saya tidak pernah bermaksud untuk membuatnya mati."
Dia juga mengakui bahwa tas plastik yang digunakan untuk memukul korban berisi botol plastik dan barang lainnya. Dia kemudian ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan.
Seorang wanita yang mengenal pelaku mengungkapkan keterkejutannya. “Dia bekerja keras untuk membantu di toko minuman keras milik keluarganya,” katanya. “Saat ibunya sakit, dia merawatnya. Dia tampak seperti orang yang baik. Saya tidak percaya dia melakukan (pembunuhan) itu."
Akan tetapi, tetangga lain menggambarkan Yoshida sebagai "orang yang terus mengeluh, seseorang yang tampaknya merasakan banyak tekanan pada perubahan sekecil apa pun dari pandangannya [seperti pemasangan antena baru]."
Pada tanggal 22 November, adik laki-laki dari korban mengunjungi lokasi kematiannya. Rupanya, mereka sudah tidak berhubungan selama 10 tahun, tetapi dia mengatakan bahwa korban mengirimi dia dan ibu mereka, yang berada di panti jompo, kartu ucapan Natal tahun lalu, menanyakan kabar mereka. "Saya tidak tahu dia tinggal di jalanan," katanya. “Saya pikir dia baik-baik saja. Tidak bisa dimaafkan bahwa hidupnya diambil dengan sangat kejam."
Obayashi hanya mengantongi 8 yen dan tidak memiliki tanda identitas, tetapi dia menyimpan selembar kertas kecil seukuran kartu nama dengan informasi kontak kerabatnya yang dijejalkan di atasnya. Polisi dapat menghubungi adik laki-lakinya, yang tinggal di Saitama, dengan bantuan kertas ini.
Kasus pembunuhan tersebut menyoroti beberapa masalah dalam masyarakat Jepang. Pertama, para tunawisma dilupakan dan diabaikan, juga ditolak mentah-mentah sebagai orang yang membutuhkan bantuan, dan dihukum karena mencoba bertahan hidup di jalanan. Insiden ini juga menyoroti masalah pengabaian yang dihadapi banyak lansia di Jepang saat ini. Keluarga mereka tidak memeriksa atau tetap berhubungan dengan mereka, membuat beberapa jatuh ke dalam kemiskinan atau bahkan mati sendirian tanpa diketahui siapa pun.
Terakhir, seperti yang ditunjukkan oleh banyak orang, mungkin kejadian ini adalah hasil dari kecenderungan budaya Jepang yang mengutamakan kebahagiaan dan kenyamanan orang lain di atas diri mereka sendiri.
“Dia mungkin mencoba untuk meminta bantuan publik karena dia tidak ingin merepotkan adiknya.”
“Saya sangat berharap kita bisa menjadi negara yang menawarkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Aku tidak tahu kehidupan seperti apa yang dimiliki wanita ini, tapi itu sungguh menyedihkan."
“Ketika seseorang pergi untuk mengajukan bantuan publik, mereka ditanya apakah mereka memiliki orang lain yang dapat memberika bantuan. Jadi saya pikir banyak orang tidak mengajukan bantuan karena mereka tidak ingin mengganggu keluarga mereka.”
“Sangat disayangkan bahwa Obayashi, yang tampaknya adalah orang yang sangat peduli tentang keluarganya, harus mati dalam kematian yang begitu menakutkan dan kesepian, ketika seharusnya situasinya dapat sepenuhnya dicegah dengan sedikit kebaikan dan cinta.”