Baru-baru ini, kepolisian Jepang menemukan adanya peningkatan angka kartu kependudukan palsu seiring dengan bertambahnya jumlah orang asing yang overstay. Menurut Badan Kepolisian Jepang, pada tahun 2019 saja, penyidik menemukan 748 kasus kepemilikan, pemalsuan, dan pelanggaran lain yang melibatkan kartu kependudukan.
Dilansir dari Japan Today, pihak kepolisian mengatakan kini banyak organisasi kriminal yang sengaja mencari orang asing melalui media sosial dan menawarkan kartu kependudukan palsu yang dapat dimanfaatkan agar para pekerja asing dapat tetap bekerja meski visa mereka kedaluwarsa.
Kepolisian juga mengatakan di antara 29 status kependudukan di Jepang, kartu yang paling banyak dicari para pekerja asing “nakal” ini adalah kartu yang diberikan kepada penduduk permanen dan jangka panjang di mana mereka bisa memiliki pekerjaan apapun.
Salah satu contoh kasusnya ditemukan pada bulan Juli lalu, saat seorang pria dan wanita asal Cina ditahan akibat diduga memalsukan sebuah kartu kependudukan bagi seprang pria Vietnam yang visa-nya telah kedaluwarsa. Pasangan nakal ini melakukan aksinya di sebuah apartemen di area Kawaguchi, Prefektur Saitama.
Di sebuah komputer dalam apartemen tersebut, kepolisian menemukan sekitar 1800 data yang berhubungan dengan kartu kependudukan, SIM, dan buku pegangan pensiun.
Menurut penyidik, pasangan asal Cina ini telah menerima pesanan dari para pekerja asal Vietnam, Cina, dan Indonesia yang overstay. Mereka juga menerima beberapa pemagang dan mahasiswa.
"Akan sulit untuk menghancurkan sindikat ini karena otak dari kasus ini diduga menginstruksikan aktivitas pasangan ini dari Cina melalui media sosial,” ujar penyidik.
Pada Agustus lalu, dua orang wanita asal Cina yang diduga berasal dari sindikat yang sama juga ditangkap akibat dugaan pemalsuan kartu penduduk bagi seorang pria asal Vietnam. Kepolisan Prefektur Hyogo dan Saitama telah menyerahkan kasus ini pada jaksa pada Kamis (22/10) lalu. Sebelumnya, pihak kepolisian juga menemukan ribuan kartu palsu yang tak terpakai di sebuah apartemen di Ageo, Saitama.
Menurut pihak kepolisian, kedua wanita yang tertangkap ini mengatakan bahwa mereka memulai operasi pemalsuan kartu ini saat pandemi virus corona membuat kondisi keuangan mereka sulit. Salah satu wanita ini juga mengungkapkan bahwa pemimpin mereka menawarkan 300.000 yen per bulan. Kartu palsu itu sendiri dijual dengan harga 5.000 yen per satu buah kartu.
Jepang memang membuat sistem visa baru pada April 2019 lalu untuk membuat makin banyak pekerja kerah biru datang ke Jepang karena populasi Jepang yang terus menua. Kini, angka pekerja asing di Jepang mencapai 1.658.804 per Oktober 2019.
Menurut staf dari sebuah perusahaan yang membantu orang Vietnam bekerja di Osaka, lingkungan kerja yang buruk bagi pekerja asing diduga menjadi salah satu alasan di balik meningkatnya pemalusan kartu ini.
Sementara itu, para ahli mengatakan bahwa para pemgang yang bekerja di bawah sebuah program pemagangan kerap dikritrik nbahwa hal tersebut merupakan kedok perusahaan untuk memasukkan tenaga kerja “murah” ke Jepang. Pemalsuan dokumen kependudukan ini sendiri dikatakan sebagai usaha para pekerja untuk mendapatkan pekerjaan di luar program kerja yang disponsori pemerintah.