Meski masih tertinggal dibanding negara lain, Jepang sedikit demi sedikit mulai menerima hak LGBT di negaranya selama 5 tahun ini. Beberapa pemerintah lokal bahkan telah menerima pernikahan sesama jenis, begitu pun beberapa sekolah dan perusahaan yang semakin inklusif dalam memperhatikan hak-hak LGBT. Nah, baru-baru ini ada perkembangan terbaru terkait LGBT dari Prefektur Mie. Prefektur yang terletak di area Kansai ini akan menetapkan hukum pelarangan meng-outing anggota komunitas LGBT!
Ya, pada Rabu (3/6) lalu, Gubernur Eikei Suzuki mengumumkan tentang pembuatan hukum yang melarang penduduk setempat untuk outing (mengungkap orientasi seksual atau identitas gender seorang LGBT tanpa persetujuan orang yang bersangkutan) anggota komunitas LGBT tanpa seizin mereka. Dalam pelarangan yang merupakan bagian dari undang-undang anti diskriminasi ini, orang-orang dilarang mengekspos identitas gender atau orientasi seksual seseorang atau memaksa seseorang untuk mengakui hal tersebut di depan publik.
Hukuman terkait hal ini akan dibuat setelah digelarnya konferensi dengan para ahli untuk membahas masalah tersebut. Terkait alasan dibuatnya peraturan ini, Gubernur Suzuki mengatakan bahwa tindakan outing dapat mengganggu kestabilan hubungan keluarga dan pekerjaan serta membuat orang-orang merasa terisolasi yang berujung pada terganggunya kontak dan hubungan dengan orang lain.
"Kita perlu melakukan sesuatu untuk menciptakan masyarakat yang peduli satu sama lain”, ujar Suzuki.
Adanya peraturan ini tentu membuat netizen Jepang mengungkapkan komentar-komentarnya. Kebanyakan dari mereka mendukung peraturan ini, sementara beberapa sisanya terlihat bingung dengan konsep “outing” dan sejauh manakah yurisdiksi hukum di Prefektur Mie berlaku.
“Negara ini seharusnya terus berusaha demi masa depan di mana segala bentuk cinta diakui.”
“Aku harap dari awal kita tidak membutuhkan hukum seperti ini.”
“Kita tidak dapat mengubah opini semua orang hanya dalam 1 malam saja, jadi adanya peraturan ini merupakan awal yang baik.”
“Semoga kita bisa mengatasi masalah yang mendasarinya juga, bukan hanya melarang hal-hal seperti ini.”
“Aku harap ini benar-benar kesetaraan. Ini terlihat seperti sebuah perlakuan spesial.”
“Bagaimana dengan film-film lama di mana seseorang memanggil orang lain dengan sebutan “homo?” Apakah masih bisa diputar?”
“Sebagian besar Jepang mungkin akan mengabaikan undang-undang ini. Tidak ada yang akan berubah kecuali mindset orang-orangnya yang berubah.”
Memang benar, perubahan tidak akan bisa dicapai dengan adanya hukum dan peraturan saja. Untuk benar-benar mengubahnya, tentu diperlukan tindakan lain (dan kerja sama masyarakat) yang lebih mendalam. Namun setidaknya, larangan ini telah memicu banyak perdebatan dan diskusi yang mungkin akan membuat orang-orang berpikir lebih baik dan berhati-hati dalam bertindak dan berbicara agar tidak membuat orang lain sakit hati.