Berita Jepang | Japanesestation.com

Pada Rabu (27/5) lalu, Shinji Aoba, pelaku kasus kebakaran Studio #1 Kyoto Animation ditangkap setelah 10 bulan dirawat akibat luka bakar yang dideritanya setelah kejadian tersebut. Awalnya, Aoba ditangkap di tempat kejadian perkara (TKP) setelah ia mengatakan, “Ya, aku menyiram bensin di sekitar studio lalu menyalakan api dengan lighter.”

Jarak yang sangat lama antara waktu kejadian dan waktu penangkapan Aoba dikarenakan sistem hukum Jepang yang mewajibkan bahwa semua tersangka atau pelaku kasus kriminal harus dalam keadaan sehat saat ditahan. Sebelum ditangkap pihak kepolisian, Aoba menderita luka bakar cukup parah akibat serangan itu, menyebabkan hilangnya kesadaran dan terpaksa harus melakukan cangkok kulit untuk mengganti jaringan kulit yang rusak pada wajah dan lengannya. Tak hanya itu, wabah virus corona juga makin memperlambat penangkapan. Akhirnya, pada hari Rabu lalu, ia dinyatakan sudah bisa dipindahkan dan akhrnya dibawa pihak kepolisian ke Kantor Polisi Fushimi Kyoto untuk menjalani sesi pertama interogasinya.

Shinji Aoba, tersangka pembakaran Kyoto Animation Studio #1 (nhk.or.jp)
Shinji Aoba, tersangka pembakaran Kyoto Animation Studio #1 (nhk.or.jp)

Dalam interogasi yang turut dihadiri oleh para staf medis ini, Aoba mengatakan beberapa pernyataan yang bisa dikaitkan dengan pernyataan-ya pada kali pertama ditangkap. “Aku punya dendam terhadap Kyo Ani,” ujarnya pada investigator yang tampaknya merujuk pada kegagalannya saat mengikuti kontes penulisan novel Kyoto Animation.  Aoba juga mengakui kalau ia ingin membunuh orang sebanyak-banyaknya.

“Aku berpikir jika aku menyemprotkan bensin di sekitar gedung sementara aku membakarnya, aku bisa membunuh lebih banyak orang. Karena itulah aku melakukannya,” ujar Aoba.

Dan yang paling mengertikan, adalah reaksinya setelah diberi tahu tentang berapa jumlah korban yang ia bunuh. Ketika diberi tahu bahwa ada 36 orang tewas baik di tempat maupun karena luka yang diderita, serta 33 orang selamat dengan luka serius akibat serangan tersebut, Aoba meresponnya dengan, “Oh, begitu ya?” (“Sou nan desu ka?”).

Aoba memang tak menyadari berapa banyak korban yang tewas akibat perbuatannya. 

“Aku pikir aku hanya membunuh sekitar dua orang saja,” kata dia.

Melihat pengakuan Aoba bahwa ia ingin membunuh orang sebanyak-banyaknya dan reaksinya yang acuh tak acuh saat mendengar jumlah korban tewas, rasanya tidak mungkin sistem peradilan Jepang akan memberinya grasi. Aoba tetap akan dituntut sesusai hukum yang berlaku.