Berita Jepang | Japanesestation.com

Pemandangan orang-orang yang mengendarai sepeda atau sepeda motor sembari membawa sebuah tas thermal di punggungnya merupakan hal yang biasa di Jepang. Ya, mereka adalah orang-orang yang bekerja sebagai pengantar makanan bagi operator jasa pengantaran makanan seperti Uber Eats. Biasanya, anak muda yang mendominasi pekerjaan ini karena tentu fisik mereka lebih kuat untuk menempuh perjalanan saat mengantar makanan. Namun, pandemi COVID-19 yang tengah menyerang Jepang rupanya membuat beberapa penduduk berusia 50 tahunan terjun ke dalam pekerjaan ini. Simak cerita mereka yang dilansir dari  Mainichi Shimbun berikut!

Salah satu dari pria paruh baya yang banting setir menjadi pengantar makanan ini ditemukan di depan Stasiun JR Tachikawa, sekitar 30 kilometer dari jantung Tokyo.  

"Ada pesanan,” ujarnya menatap layar smartphone-nya sebelum menggowes sepedanya menuju McDonald's terdekat. 

Pria berusia 51 tahun ini memiliki istri dan anak. Sebenarnya, ia bekerja di sebuah hotel di Tokyo di mana ia telah bekerja selama 20 tahun. Sayangnya, jumlah tamu berkurang hampir 80% akibat pandemi, membuat pria ini tak bisa mengerjakan apa-apa. Meski hotel tersebut selalu memperbarui kontraknya dan menjamin upah dasarnya, ia tak menerima uang lembur yang merupakan sumber pendapatan terbesarnya. Upah perbulannya pun turun sekitar 100.000 hingga 200.000 yen.

uber eats jepang japanesestation.com
Seorang pegawai hotel paruh baya yang bekerja sebagai pengantar makanan Uber Eats terlihat tengah menunggu pesanan di area Tachikawa pada 17 Desember 2020. (Mainichi/Junichi Sasaki)

Ia masih memiliki banyak tanggungan. Pertama, pria ini maish menanggung biaya cicilan rumahnya di Tachikawa yang masih tersisa 15 tahun lagi. Memang, pekerjaan sang istri sebagai pengasuh anak di child care belum terdampak virus corona dan kehidupan mereka tidak akan hancur seketika karenanya. Namun, putri mereka yang menghadapi ujian masuk SMP terus menghantui mereka, belum lagi biaya les dan kelas musim panas.

"Saya ingin putri saya tetap bisa les tanpa harus memotong biaya untuk hal lain,” ujarnya.

Hal itulah yeng menyebabkan ia memutuskan untuk menjadi seorang pengantar makanan yang nampaknya menjadi pekerjaan dengan risiko penularan rendah dan dapat menambah pendapatannya.

Awalnya, pria ini memesan tas besar dengan fungsi thermal dan memiliki logo Uber sebelum memulai pekerjaan barunya. Prosesnya sendiri cukup mudah dan tak memerlukan interview. Sistemnya bekerja setelah seseorang memberikan identifikasi pribadi dan menyetujui peraturan yang berlaku. Setelah itu, mereka bisa langsung mendapatkan pesanan. Pria ini pun memulai karirnya sebagai pengantar makanan akhir Mei lalu.

Para driver Uber Eats ini dapat melihat pesanan mereka dari aplikasi smartphone. Mereka juga dapat menentukan apakah mereka bisa mengambil pesanan tersebut atau tidak.

uber eats jepang japanesestation.com
Uber Eats di Jepang (Kai Fuji/Nikkei)

Pekerjaan ini memang terlihat mudah, namun rupanya cukup sulit. Saat pria ini mendapatkan pesanan pertamanya, ia sempat merasa khawatir bagaimana jika ia menumpahkan pesanannya dan ia pun kembali ke rumah setelah kelelahan menangani 3 pesanan. Namun seiring waktu berjalan, ia bisa bekerja dengan waktu lebih lama, mulai dari 9 pagi hingga tengah malam. Kendati demikian, ia tetap khawatir saat mengayuh sepdanya di jalanan penuh dengan mobil.

"Bisa terjadi kecelakaan jika kita tidak fokus. Meski ada jalur khusus sepeda, jalannya sangat sempit dan terkadang ada mobil sangat dekat dengan kita. Benar-benr menyeramkan,” ujarnya.

Pria tersebut rupanya bukan satu-satunya pengantar makanan berusia paruh baya. Ada seorang supir taksi yang juga menjadi pengantar makanan setelah perusahan tempatnya bekerja tutup sementara karena virus corona. Ia masih harus membayar tagihan apartemennya selama 35 tahun, karena itu penurunan pendatan sebesar 200.000 yen sangat menyiksa. Akhirnya, ia pun memulai karirnya sebagai pengantar makanan Uber Eats dengan menggunakan sepeda milik putranya.