Kondisi masyarakat kini telah berubah. Jika pada saat pandemi mulai memasuki negara, orang-orang sangat sigap dan waspada, membatasi kegiatan mereka sehari-hari. Sekarang? Orang-orang jauh lebih santai, seakan-akan virus telah hilang. Dan hal ini bukan hanya terjadi di negara kita, tapi juga di Jepang. Padahal, para tenaga kesehatan sangat khawatir dan menyayangkan tenyang perubahan sikap masyarakat terhadap virus corona kini.
Seperti disebutkan dalam Mainichi Shinbun, jika dibandingkan dengan saat gelombang pertama virus di mana seluruh penduduk membatasi kegiatan mereka, kini orang-orang jauh lebih santai, bahkan beberapa toko menolak mematuhi pengurangan jam buka. Hal ini membuat perbedaan pendapat antara orang biasa dan tenaga kesehatan makin luas saja.
“Kini, keadaan jauh lebih serius jika dibandingkan dengan musim semi lalu,” ujar seorang perawat berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah rumah sakit rujukan corona di area Hokuriku pada Mainichi Shimbun.
Pada gelombang pertama virus corona pada musim semi lalu, rumah sakit tersebut menyiapkan lima ranjang khusus untuk pasien COVID-19. Saat itu, mereka tidak pasien dengan infeksi lagi, namun, pada akhir November, mereke mendadak kedatangan banyak pasien lansia yang tertular virus tersebut, dan hanya dalam hitungan hari, smeua ranjang di rumah sakit itu sudah terisi penuh.
Kini, mereka sudah sibuk dengan pasien virus corona. Dan jika kondisi ini terus meluas, mereka khawatir rumah sakit ini tak mampu lagi melakukan operasi atau pengobatan normal biasa.
Namun, meski virus corona terus menyebar, angka orang-orang yang melakukan perjalanan dan makan-makan di luar dengan memanfaatkan campaign "Go To" yang digelar pemerintah. Mereka juga kerap melihat orang-orang berjalan tanpa masker lebih sering dibandingkan saat gelombang pertama infeksi.
Sejak awal November, Kawakita General Hospital di Distrik Suginami terus mendapati bahwa ranjang yang disiapkan bagi pasien virus corona selalu hampir penuh.
“Perawatan bagi lansia terus meningkat. Situasi ini jauh hampir mendekati situasi pada saat-saat awal gelombang pertama,” ujar direktur rumah sakit, Yoichi Sugimura. Ia juga mengatakan bahwa kondisi ini membuatnya khawatir tentang mental para dokter, perawat, dan para pekerja lain.
Kini, untuk mencegah masuknya virus ke rumah sakit, staf di bagian perawatan telah membatasi kegiatan mereka, termasuk menahan diri untuk tidak makan di luar dan bepergian sejak musim semi lalu.
"Ini adalah pertarungan dengan akhir yang belum terlihat, jadi tingkat stres pun terus meningkat. Jika kita lengah dan melonggarkan kewaspadaan kita, infeksi akan semakin menyebar. Saya memohon agar penduduk di negara ini melakukan langkah pencegahan secara serius, seperti tak lupa mencuci tangan mereka,” ujar Sugimura.
Hideaki Oka, seorang profesor di Saitama Medical Center's Department of Infectious Disease and Infection Control di Kawagoe, Prefektur Saitama, yang memimpin penanganan terkait virus corona di pusat kesehatan tersebut pun membahas masalah ini di akun Facebook pribadinya pada 26 November lalu untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap status wabah tersebut di Jepang.
"Tentu, kami juga ingin bepergian dan minum-minum seperti biasa. Tapi kami menahan dan mengontorlnya. Virus ini sangat mengerikan, hingga membuat banyak negara melakukan lockdown," ujarnya. Sebuah cuitan yang membagikan unggahan tersebut pun telah di-retweet ribuan kali.
"Saya khawatir pembicaraan yang terjadi di kalangan masyarakat tidak memiliki dasar data yang jelas. Karena itu, saya ingin pemerintah dapat memberi informasi pada masyarakat berdasarkan data yang disediakan oleh ahli yang kredibel,” ujarnya pada Mainichi Shinbun.