Berita Jepang | Japanesestation.com

Jumlah kasus bunuh diri di kalangan anak sekolah Jepang pada tahun 2020 melonjak sekitar 40 persen dari tahun ke tahun ke rekor tertinggi, yaitu mencapai 479 kasus, menurut laporan sementara oleh kementerian pendidikan.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan tajam dalam kasus bunuh diri ini terjadi pada bulan-bulan ketika sekolah melanjutkan kelasnya setelah penutupan jangka panjang karena pandemi COVID-19.

Empat belas dari total kasus adalah siswa sekolah dasar, meningkat delapan kasus dari tahun sebelumnya. Sementara 136 kasus adalah siswa sekolah menengah pertama, meningkat 40 kasus, dan 329 adalah siswa sekolah menengah atas, meningkat 92 kasus.

Di antara siswa sekolah menengah atas yang bunuh diri, 191 adalah laki-laki, meningkat 21 kasus dari tahun sebelumnya. Sementara kasus bunuh diri di antara siswa perempuan meningkat dua kali lipat, dari 71 menjadi 138 kasus.

Peningkatan Kasus Bunuh Diri
Peningkatan kasus bunuh diri di kalangan anak sekolah Jepang (asahi.com)

Berdasarkan bulan, kasus bunuh diri meningkat dari tahun ke tahun sebesar 24 menjadi 45 di bulan Juni, dari 35 menjadi 64 di bulan Agustus, dari 11 menjadi 53 di bulan September, dan dari 25 menjadi 48 di bulan November.

"Sekolah mereka dimulai pada bulan Juni setelah penutupan jangka panjang, dan pada bulan Agustus setelah liburan musim panas yang dipersingkat," kata laporan kementerian pendidikan. "Lebih banyak kasus bunuh diri disebabkan oleh penyakit mental."

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi menganalisis masalah tersebut berdasarkan statistik kasus bunuh diri yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan. Hasilnya dilaporkan pada pertemuan para ahli tentang pencegahan bunuh diri yang diadakan pada 15 Februari lalu.

Lima puluh lima kasus bunuh diri disebabkan oleh kekhawatiran tentang masa depan setelah lulus, sementara prestasi akademis yang buruk disebutkan dalam 52 kasus. Alasan tersebut telah mendasari banyaknya kasus bunuh diri di tahun-tahun konvensional. Namun, lebih banyak siswa yang memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri menderita depresi dan penyakit mental lainnya, menurut laporan tersebut.

Kementerian Pendidikan mengatakan akan memperkuat upaya untuk mempublikasikan layanan panggilan SOS, memberikan konsultasi dan layanan lainnya, dan mengambil tindakan lain untuk mengatasi serta mencegah masalah bunuh diri.