Tak aneh jika sebuah sekolah menerapkan peraturan yang melarang siswanya untuk mengecat rambut mereka. Jepang pun begitu, umumnya, setiap sekolah Jepang melarang siswanya untuk mengecat rambut mereka. Namun, bagaimana jika satu murid memiliki warna rambut yang berbeda tanpa mengecatnya? Apakah sekolah tak berpikir jika beberapa orang Jepang memiliki warna rambut coklat gelap dan bukan hitam layaknya mayoritas penduduk negeri sakura ini?
Hal ini di atas dapat mengakibatkan kejadian tak mengenakkan. Misalnya, sebuah sekolah memerintahkan agar seorang siswa berambut coklat alami mengecat rambutnya menjadi hitam. Keadaan akan diperparah jika sekolah tak percaya bahwa rambut alami siswanya berwarna coklat dan keduanya sama-sama bersikeras mengatakan yang sebenarnya. Dan itulah yang terjadi baru-baru ini.
Ya, ada sebuah kasus yang menimpa seorang siswi di Kaifukan Prefectural High Schoo, Habikino, Prefektur Osaka. Ia masuk ke sekolah ini pada 2015 dan selalu diminta untuk mengecat rambutnya kembali menjadi hitam. Namun, siswi tersbeut bersikeras bahwa coklat adalah warna rambut alaminya. Namun, sekolah mengatakan bahwa 3 guru berbeda memeriksa akar rambut siswi tersebut dan menemukan warna hitam dan menjadikannya bukti bahwa ia mengecat rambutnya.
Gadis yang kini telah berusia 21 tahun tersebut mengklaim bahwa pihak sekolah mengatakan ia tidak perlu kembali ke sekolah jika tidak mengecat rambutnya menjadi hitam. Stress, gadis itu pun berhenti masuk sekolah dan sekolah tersebut akhirnya menghapus namanya dari catatan sekolah.
Yang mengejutkan, gadis ini akhirnya memutuskan untuk mengajukan gugatan atas insiden tersebut dan meminta kompensasi sebesar 2,2 juta yen (sekitar 298 juta rupiah).
Dan pada hari Selasa (16/2) lalu, pengadilan distrik Osaka pun menjatuhkan putusannya. Hakim ketua Noriko Yokota mengakui keabsahan sekolah untuk menetapkan dan menegakkan aturan yang berkaitan dengan pewarnaan rambut.
"Aturan tersebut ditetapkan untuk menjaga kedisiplinan siswa," ujar Yokota.
“Tidak bisa dikatakan bahwa sekolah memaksa [gadis itu] untuk mewarnai rambutnya menjadi hitam,” tambahnya.
Namun, sekolah tersebut tidak sepenuhnya bebas dari tuduhan. Pengadilan juga memutuskan bahwa tindakan administrasi setelah gadis itu berhenti datang ke kelas, seperti menghapus namanya dari daftar dan memindahkan mejanya dari kelas tidak dapat diterima, dan telah memerintahkan Prefektur Osaka untuk membayar ganti rugi sebesar 330.000 yen kepada gadis tersebut.
Jumlah tersebut jauh lebih sedikit daripada yang diinginkan sang gadis, belum lagi kurangnya kecaman hukum untuk sekolah yang bersikeras mengatakan rambutnya harus hitam tentu membuatnya tak puas. Pengacaranya pun menyatakan kekecewaan mereka terkait putusan tersebut.
Sementara itu, Kaifukan mengatakan tidak memiliki rencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut dan berusaha untuk menghindari sanksi sepenuhnya. Mereka juga menjadikan kasus ini sebagai pelajaran.
“Kami belum mengubah standar kami untuk meminta siswa yang telah mengecat rambutnya mengembalikannya menjadi hitam, tetapi kasus ini telah menjadi pelajaran bagi kami. Dan kami juga akan berusaha untuk memahami dan membimbing siswa dengan lebih baik lagi,” ujar pihak sekolah.