Di Jepang, makan malam selalu diakhiri dengan secangkir teh hijau yang baru diseduh. Tentu kita perlu mendiamkannya sebentar agar tehnya tidak membakar lidah saat diseruput. Namun, orang Jepang justru meminumnya panas-panas. Tampaknya orang Jepang lebih suka menyantap makanan atau minuman yang baru matang, seperti ramen dan soba yang masih mengepul. Di restoran seperti Yoshinoyapun nasinya disajikan di mangkuk dengan dasar dalam agar lapisan bawah nasi tetap panas. Terkadang, okonomiyaki juga disantap langsung beberapa detik setelah diangkat dari wajan. Tak semua orang bisa langsung menikmati makanan atau minuman panas karena lidah akan terasa terbakar. Orang-orang ini dijuluki 'nekojita', yang secara harfiah berarti 'lidah kucing'. Pernah melihat kucing minum? Hewan ini menjulur-julurkan lidahnya berkali-kali seperti mencicipi air tersebut. Bagi orang yang tak tahan panas, kira-kira seperti itulah ia mencoba makanan atau minuman mengepul. Seperti dilansir Rocket News 24, bagian dalam mulut kurang peka terhadap panas dibanding bagian tubuh lain. Sebagai perbandingan, satu centimeter persegi bagian dalam mulut hanya memiliki satu reseptor panas, sedangkan kulit wajah atau jari memiliki empat reseptor. Hal ini menjelaskan bagaimana kita bisa meminum kopi panas meski cairan tersebut terasa membakar jika ditumpahkan ke tangan. Tampaknya, kemampuan lidah menerima materi panas hanyalah masalah terbiasa atau tidak. Jika sejak kecil kita hanya diberi makanan yang sudah benar-benar dingin, penolakan akan makanan panas akan terbawa hingga dewasa. Meski demikian, ada teknik sederhana yang bisa dipraktikkan jika ingin mencicipi makanan atau minuman selagi panas. Jangan sentuh minuman dengan lidah menjulur, karena ujung lidah paling peka terhadap panas. Sebaiknya, 'sembunyikan' ujung lidah di balik gigi bawah untuk menghindarkannya dari cairan panas yang akan masuk. Jangan angkat cangkir dan menumpahkan isinya ke mulut. Seruput minuman sambil memasukkan sedikit udara untuk mendinginkannya.