Berita Jepang | Japanesestation.com

Metode Kampanye dan Reformasi Pemilu di Jepang

Mengenal Sistem Pemerintahan Modern Jepang Melalui Pemilu
(image : https://pbs.twimg.com/media/DFVfSP1UIAApIUd.jpg)

Karena sistem pemilihannya berbeda, kandidat pemilihan umum Jepang memiliki masalah dan metode yang berbeda dibandingkan yang umum digunakan di Amerika Serikat.

Kôenkai (Grup Pendukung Pribadi)

Karena partai politik Jepang secara tradisional lemah secara organisasi dan hanya memiliki sedikit anggota, kandidat individual tidak dapat bergantung sepenuhnya pada partai mereka untuk mendapatkan dukungan pemilihan. Sebaliknya, kandidat akan  membangun organisasi pendukung pribadi (kôenkai) di antara para pemilih di distrik mereka. Para kandidat mendorong orang untuk bergabung dengan kelompok pendukung pribadi mereka dengan melakukan bantuan kecil - membantu anak-anak mereka masuk sekolah yang baik atau mendapatkan pekerjaan yang baik, mengirim bunga jika mereka membuka toko baru, mengirimi mereka kartu pada hari libur - dan dengan membiayai pesta kôenkai dan perjalanan liburan. Kandidat juga akan merekrut pemimpin organisasi lokal, seperti koperasi pertanian, asosiasi kuil, kelompok usaha kecil dan menengah, dan kelompok perempuan, dengan harapan mereka akan mendorong anggotanya untuk bergabung dengan kôenkai dan memberikan suara untuk kandidat dalam pemilihan .

Peraturan Kampanye di Jepang

Pemerintah Jepang sangat ketat dalam mengontrol kampanye. Para kandidat hanya diperbolehkan menggunakan satu mobil kampanye serta sedikit poster dan bahan cetak lainnya.  Kampanye sendiri hanya boleh dilakukan selama 12 hari. Peraturan ketat di Jepang mengontrol segala hal periklanan politik, hanya beberapa kandidat yang diperbolehkan muncul dalam iklan berbayar dan tampil di televisi. Kandidat Jepang hanya mengeluarkan sedikit materi dalam masalah periklanan, hanya saja mereka mengeluarkan banyak dana dalam kôenkai.

Reformasi Pemilihan
Mengenal Sistem Pemerintahan Modern Jepang Melalui Pemilu
(image : http://www.livemint.com/Politics/plLJ9X8xLkye32knT94tnJ/Shinzo-Abe-on-course-for-landslide-win-in-Japan-vote-poll.html)

Pada tahun 1993, Partai Demokratik Liberal yang konservatif (LDP) untuk sementara kehilangan kendali mayoritas parlemen - sehingga kehilangan kendali atas pemerintah - karena beberapa anggota LDP membelot dari partai tersebut dan membentuk sebuah partai baru. Ini adalah peristiwa yang sangat penting,  karena sampai saat itu LDP telah mengendalikan pemerintah selama hampir 40 tahun tanpa gangguan. Jangka waktu penataan kembali politik yang panjang terjadi setelah tahun 1993, meskipun LDP memperoleh kembali kendali pemerintah pada tahun 1994. Banyak partai politik baru bangkit, lalu lenyap atau bergabung dengan partai lain, sementara beberapa partai yang ada, seperti Partai Sosialis Jepang, berganti nama sebagai upaya untuk berubah seiring perubahan zaman.

Mungkin hasil paling penting dari hilangnya kekuasaan sementara LDP adalah reformasi koalisi sistem pemilihan, yang terjadi pada tahun 1994. Tujuan utama para reformator adalah menciptakan sebuah sistem di mana ada dua partai utama yang secara teratur bergantian memiliki kekuasaan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Sampai saat itu, sistem Jepang terdiri dari satu partai besar  (LDP) yang mendominasi tiga atau empat partai oposisi kecil yang tidak pernah dapat mengendalikan pemerintahan.

Namun, para reformator dipaksa untuk membuat kompromi politik dengan aspek-aspek tertentu dari sistem lama yang ada. Akibatnya, banyak analis tidak percaya bahwa reformasi pemilihan akan mengarah pada penciptaan sistem dua partai.

(featured image : Tokyo Cheapo)