Hak kolektif membela diri, satu kata yang sedang populer di Jepang dan sedang diperdebatkan antarpartai politik besar, terutama Partai Liberal (LDP) berkuasa dengan Partai Komeito koalisi pemerintah.
Ada tiga skenario jika Jepang meluncurkan peluru kendalinya. Kini sedang dalam pembahasan di koalisi pemerintah dan juga nantinya akan debat besar di parlemen Jepang. Apabila kapal induk Amerika Serikat diserang dan melewati Jepang, maka Jepang nantinya dapat menembakkan peluru kendali untuk menghancurkan peluru kendali lawan tersebut. Itu baru skenario pertama. Lalu skenario kedua terkait daratan Amerika Serikat apabila diserang peluru kendali lawan dan melewati Jepang maka Jepang dengan kekuatan pasukan beladirinya dapat mengantisipasi menghancurkan peluru kendali lawan tersebut. Skenario ketiga mengenai aktivitas Jepang menghancurkan dan membersihkan ranjau laut atau apabila ada serangan dari dalam laut, maka diberikan hak kepada pasukan bela diri Jepang untuk melakukan kegiatan membela diri menghancurkan dan membersihkan lautan Jepang dari hal-hal tersebut. Semua hal itu masih dalam pembahasan serius antara LDP dan Komeito termasuk pula peninjauan ulang Konstitusi Jepang. Komeito bahkan mengusulkan agar memperluas fungsi dan tugas polisi untuk pembelaan diri agar Jepang tidak terlalu kelihatan memasuki area militer dalam arti bela diri dan memperkuat tugas fungsi dari pasukan bela dirinya. "Semua pembahasan tersebut tidak terpisahkan oleh periode keputusan kabinet. Diupayakan agar memungkinkan kesepakatan dengan partai yang berkuasa. Semuanya akan bergantung kepada partai yang berkuasa. Demikian pula tentang kapan interpretasi peninjauan ulang Konstitusi, kita berharap ada kesepakatan dengan New Komeito," papar Yoshihide Suga, Sekretaris Kabinet dalam komentarnya kepada pers 10 April lalu. Pasal 9 UUD Jepang memang sudah direncanakan lama sejak tahun lalu untuk diubah karena berbagai hal. Antara lain ancaman dari sekelilingnya terutama Tiongkok yang semakin memperkuat sekali militernya. Keributan Pulau Takeshima dan Pulau Senkaku juga membuat Jepang gerah karena sudah bertahun-tahun tak terselesaikan. Padahal Jepang berkali-kali meminta negara bersengketa agar menyelesaikan masalah di Mahkamah Internasional tetapi ditolak terutama oleh Tiongkok. Perubahan UUD Jepang khususnya untuk memperkuat kepercayaan dan motivasi orang Jepang guna membela diri memang tidak mudah dilakukan karena masih banyak masyarakat Jepang trauma dengan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945 saat Perang Dunia Kedua. Namun ancaman negara lain terutama negara tetangganya adalah hal nyata yang ada dewasa ini, kiranya perlu ditanggapi dan dipikirkan lebih serius lagi masyarakat Jepang terutama yang menentang perubahan pasal 9 UUD Jepang tersebut.