Kini, Osaka City Central Public Hall menjadi salah satu bangunan paling ikonik di Osaka, setelah Osaka Castle dan Umeda Sky Building. Bentuk bangunannya memang indah dengan gaya Neo-Renaissance dan tembok bata merahnya yang mencolok. Nah, tapi, apakah teman-teman tahu sejarah di balik berdirinya bangunan ikonik ini yang tak terlepas dari tragedi Nakanoshima, di mana seorang pengusaha bernama Iwamoto Einosuke membunuh dirinya sendiri? Simak kisahnya.
Sebelum membahas Iwamoto Einosuke, tentunya kita harus tahu apa itu Nakanoshima kan? Jadi, Nakanoshima adalah sebuah area sempit sepanjang 3 km dan 50 hektar di area Kita-ku, kota Osaka, Jepang dan membagi Kyū-Yodo menjadi sungai Tosabori dan Dōjima. Banyak kantor-kantor pemerintah, museum dan berbagai fasilitas lainnya ada di Nakanoshima.
Nah pada zaman Edo dulu, Nakanoshima merupakan area penting bagi perkembangan kultur dan bisnis Osaka. Bekerjasama dengan warehouse milik para samurai, area ini pun menjadi dikenal sebagai pusat perdagangan dan bisnis. Samurai-samurai dari area ini pun akhirnya lebih dikenal sebagai pedagang.
Cerita kesuksesan pada samurai pedagang Osaka ini pun mulai menarik para pebisnis dari seluruh Jepang. Hasilnya, Osaka pun menjadi tempat kelahiran banyak perusahaan modern.
Dan pada zaman Meiji, perdagangan saham mulai populer. Dengan adanya perdagangan saham, mudah bagi seseorang untuk menjadi kaya raya jika melakukan keputusan bijaksana, namun sangat mudah untuk merugi jika melakukan langkah yang salah. Nah, inilah yang mengawali tragedi Nakanoshima.
Iwamoto Einosuke dan tragedi Nakanoshima
Pada awal tahun 1900-an, seorang pebisnis Jepang Iwamoto Einosuke (岩本栄之助) mendapatkan keberuntungan dalam saham Perang Russo-Jepang masih berlangsung. Iwamoto sendiri merupakan putra kedua dari Eizo Iwamoto yang menjalankan bisnis pertukaran uang "Iwamoto Shoten" di Osaka dan mewarisi bisnis tersebut pada tahun 1906 dan mulai bermain saham. Ia juga sempat membangun beberapa cram school untuk anak-anak karena obsesinya pada pendidikan.
Pada tahun 1909, ia pun menjadi bagian dari delegasi bisnis ke Amerika Serikat. Saat itu, ia sangat terkesan dengan kesuksesan industrialis Andrew Carnegie. Carnegie memiliki kepercayaan bahwa orang jata harus menggunakan hartanya untuk memajukan dunia, dan Iwamoto pun terinspirasi.
Setelah kembali ke Jepang, mantan letnan angkatan darat Jepang dalam Perang Russo-Jepang ini memutuskan untuk mendonasikan uangnya ke kota Osaka untuk membuat sebuah balai umum yang mewah, layaknya Carnegie Hall. Ia pun mendonasikan 1 juta yen pada Osaka. Saat itu, uang satu juta yen sangat bernilai dan hanya beberapa orang saja yang bisa memiliki uang sebanyak itu. Kini, uang tersebut sebanding dengan miliaran dolar Amerika. Pembangunan pun dimulai dan terus berjalan bersamaan dengan puncak Perang Dunia I.
Sayangnya, karena saham yang tak bisa diprediksi saat zaman perang, Iwamoto harus kehilangan semua kekayaannya. Melihat hal ini, pemerintah Osaka pun menawarkan pinjaman sebagai ganti donasinya yang sangat besar, namun, Iwamoto menolaknya. Teman-temannya yang pernah ditolong oleh Iwamoto secara finansial pun mencoba menawarkan bantuan untuk membayar kebaikannya, namun Iwamoto tetap menolaknya. Mungkin, “pride” dalam dirinya tak mengizinkan dirinya untuk menerima uang dari orang lain.
Dan pada 22 Oktober 1916, Iwamoto memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Saat itu, ia meminta agar keluarga dan pelayannya berjalan-jalan untuk berburu jamur maitake. Saat keluarganya menikmati jalan-jalannya itulah Iwamoto memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Ia memegang tasbih juzu kesayangannya di tangan kirinya dan pistol lamanya saat masih menjadi seorang letnan angkatan darat di tangan kanannya. Ya, menyerah dan miskin, ia memutuskan untuk bunuh diri dengan menembak tenggorokannya di umurnya yang masih 39 tahun.
“Daun musim gugur akan kembali berkembang di musim gugur nanti,” tulis Iwamoto dalam Jisei (semacam puisi bunuh diri) yang dibuatnya.
Dan dua tahun kemudian, Osaka City Central Public Hall rampung.
Osaka City Central Public Hall
Kini, bangunan Osaka City Central Public Hall ini memiliki 4 meeting room, 9 conference room, special room, dan 2 waiting room yang bisa disewa. Panggung, audio, dan sistem pencahayaannya pun selalu diganti dan kini bangunan ini dibuat agar bisa bertahan dari gempa bumi dan bencana alam lainnya.
Jendela dengan stained glass yang cantik dan chandelier mewah dapat ditemukan di seluruh penjuru bangunan, lengkap dengan interior yang serasi dengan eksterior ala Neo-Renaissance.
Di special room, ada sebuah mural cantik di langit-langitnya yang mengambil inpirasi dari mitos terbentuknya Jepang, Tenchikaibyaku (天地開闢).
Sementara itu, di basement bangunan, teman-teman bisa menemukan sebuah ruang pameran dengan sebuah patung di salah satu sudutnya serta beberapa etalase. Ruangan ini adalah Iwamoto Memorial Room yang didedikasikan untuk mengenang kehidupan dan kisah tragis dari seorang pebisnis Jepang dermawan yang harus mengakhiri hidupnya sendiri sebelum melihat bangunan indah yang dibangunnya. Jika ingin mengunjunginya, gratis!
Itulah sekilas kisah tragis seorang pebisnis Jepang dermawan yang harus mengakhiri hidupnya sendiri, Iwamoto Einosuke.
Sumber: