Fosil tulang manusia Neanderthal terkadang memiliki berkas serbuk sari di sekitarnya, yang menunjukkan bahwa sejak dahulu bunga sudah digunakan untuk tanda berduka cita saat ada yang meninggal. Seniman Jepang, Hideki Tokushige, menggunakan tulang hewan untuk menciptakan berbagai bunga, sekaligus menghormati hubungan yang erat antara keduanya.
"Kita (manusia) sudah membuat lukisan dan pahatan selama 70.000 tahun dan hubungan kita dengan tulang juga sudah selama itu," jelas Tokushige. "Semua hal di sekitar kita - pakaian, pembangkit listrik tenaga nuklir, internet - dapat ditelusuri kembali ke struktur tulang." Terinspirasi dari siklus kehidupan dan kematian serta hubungan antara bunga dan kematian, seniman ini mulai menciptakan Honebana (bunga tulang). Hal ini berawal saat Tokushige pulang kerja. Di jalan, ia menemukan rakun yang mati. Ia tidak mengabaikannya, melainkan membawanya pulang, mengambil tulang-tulangnya, dan menggunakannya sebagai media seni. Tokushige menemukan cara untuk menyusun tulang-tulang tersebut menjadi bunga-bunga yang indah.
"Kita tidak lagi melakukan hubungan kontak dengan tulang, namun suatu saat kita pasti akan menjadi tulang dan kembali ke bumi. Mungkin dengan kembali ke keadaan dasar pikiran dan merenungkan mengenai tulang-tulang ini kita dapat belajar sesuatu mengenai diri kita sendiri," kata Tokushige. Setelah memotret karyanya, ia mengembalikan tulang-tulang hewan tersebut ke bumi.