Berita Jepang | Japanesestation.com
Mempelajari Kebiasaan Lokal Saat Berpelesir ke Jepang
Meskipun tidak ada petugas atau jalur khusus antrean, masyarakat di Jepang terbiasa mengantre seperti yang terlihat di pemberhentian bus di Desa Shirakawa-go.

RENCANA pembebasan visa bagi Warga Negara Indonesia yang akan berwisata ke Jepang pada tahun 2015 menjadi kabar gembira bagi wisatawan Indonesia. Saat berwisata, turis diharapkan dapat memahami kebiasaan di tempat tujuan wisata sehingga bisa menikmati liburan dengan nyaman.

Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan saat berwisata ke Jepang, terutama terkait kebiasaan orang-orang Jepang.

Pertama, saat menyeberang jalan harus menaati lampu penyeberangan. Di setiap persimpangan jalan, selalu ada jalur penyeberangan khusus pejalan kaki dan pengendara sepeda. Orang di Jepang akan mulai menyeberang saat lampu penyeberangan untuk pejalan kaki menyala hijau. Saat lampu penyeberangan berwarna merah, sekosong apa pun jalan raya di depan mereka, tidak akan ada yang menyeberang.

Mempelajari Kebiasaan Lokal Saat Berpelesir ke Jepang
Pejalan kaki di Jepang hanya menyeberang jalan raya saat lampu untuk pejalan kaki berubah warna dari merah menjadi hijau.

Bahkan, sewaktu pejalan kaki sedang menyeberang dan ada mobil yang hendak melintas, mobil tersebut yang akan mengalah untuk memberikan kesempatan kepada pejalan kaki.

Kedua, penggunaan tangga berjalan atau eskalator di tempat-tempat umum. Biasanya, masyarakat Jepang akan berdiri diam di salah satu sisi tertentu saat menggunakan eskalator dan mengosongkan sisi lainnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada orang lain yang tetap berjalan atau berlari di eskalator karena ingin mengejar waktu.

Kebiasaan ini berbeda di setiap kota, misalnya di Tokyo maupun Kyoto jalur eskalator yang dikosongkan adalah sisi kanan, sementara di Osaka ada di sisi sebaliknya.

Ketiga, budaya antre sangat dijunjung di Jepang. Jalur antrean dapat ditemui di mana saja, mulai dari di jalur penyebrangan jalan raya, di jalur masuk pintu kereta, hingga antrean di toilet umum. Semua akan berbaris rapi tanpa menyerobot.

Menariknya, di beberapa tempat umum seperti di stasiun kereta maupun jalur pemberhentian bus, selalu ada ilustrasi tapak kaki untuk menandakan jalur tempat mengantre.

Keempat, penggunaan kata ‘sumimasen’ dalam keseharian. Sumimasen biasanya diucapkan untuk berterima kasih, mengucapkan permisi, atau sebagai permintaan maaf saat berinteraksi dengan masyarakat di Jepang.

Kata tersebut akan sering dijumpai karena penggunaannya cukup umum dan formal, misalnya saat Anda harus masuk lift saat pintu lift hampir tertutup, kemudian orang di dalam lift menahan pintu lift untuk Anda, ucapkan sumimasen sebagai permohonan maaf sekaligus ucapan terima kasih karena telah memberi kesempatan.

Mempelajari Kebiasaan Lokal Saat Berpelesir ke Jepang
Di setiap sudut tempat di Jepang selalu ada vending machine, tentu saja dilengkapi dengan tempat sampah khusus kaleng atau botol di sekitarnya untuk membuang sampah bekas minum.

Kelima, kebiasaan membuang sampah di Jepang memiliki aturan sendiri. Saat ingin membuang sampah, wisatawan harus memperhatikan jenis sampah apa saja yang bisa dibuang di tempat tersebut.

Hal ini karena masyarakat Jepang memiliki kebiasaan memilah sampah menjadi beberapa bagian, yaitu sampah yang bisa dibakar, sampah yang tidak bisa dibakar, sampah yang bisa didaur ulang, dan sampah besar. Jika tidak menemukan tempat sampah khusus untuk membuang sampah Anda, sebaiknya tetap disimpan hingga menemukan tempat sampah yang tepat.

Masih ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan jika ingin berwisata ke Negeri Sakura tersebut, misalnya sopan santun untuk tidak menelepon saat di kereta, aturan untuk tidak berbicara dan bercanda berlebihan di transportasi umum, dan lain sebagainya. Dengan mempelajari kebiasaan yang berlaku di tempat tujuan wisata akan membuat Anda lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan di Jepang.