Berita Jepang | Japanesestation.com

Badan pengawasan buruh di Jepang telah memutuskan bahwa bunuh diri yang dilakukan seorang pekerja berusia 23 tahun yang menjadi pekerja di stadium Olimpiade baru di Tokyo disebabkan oleh terlalu banyak bekerja, atau karoshi, dan keluarganya berhak atas kompensasi dari negara.

Pengacara keluarga korban, Hiroshi Kawahito, menyatakan bahwa korban mencatat jam lembur sebanyak 190 jam dalam sebulan sebelum melakukan bunuh diri pada bulan Maret. Jumlah jam lembur ini berada jauh di atas 80 jam, ambang batas minimal dimana sebuah kematian bisa dikategorikan sebagai karoshi. Korban juga ditemukan pernah melakukan lembur sebanyak 160 jam pada bulan Januari.

Kematian pekerja yang namanya tidak diumumkan ini mendapat perhatian besar dari masyarakat pada bulan Juli, saat keluarga korban meminta pemerintah untuk mengategorikan kematiannya sebagai karoshi. Jenazah korban sendiri ditemukan di pegunungan di tengah Jepang pada bulan April, berminggu-minggu setelah ia menghilang. Korban ditemukan dengan surat wasiat yang menyatakan bahwa ia “didorong sampai ke ambang batas, baik secara fisik maupun mental”.

Saat ini, sektor konstruksi belum termasuk dalam rencana pemerintah Jepang untuk memperketat batasan jam lembur. Di tahun lalu saja, konstruksi adalah salah satu sector yang paling rawan karoshi di Jepang, dengan jumlah korban mencapai 16 orang yang diakui oleh pemerintah.

Kasus ini merupakan satu dari beberapa kasus karoshi di Jepang yang menyedot perhatian publik. Jumat lalu, pengadilan Tokyo membebankan denda sebesar 500 ribu yen kepada perusahaan advertising Jepang Dentsu atas bunuh diri karyawannya Matsuri Takahashi pada 2015. Jumlah denda yang tidak seberapa tersebut memancing kemarahan banyak orang Jepang yang bersimpati kepada korban dan keluarganya. Minggu lalu juga menandai diungkapnya karoshi sebagai penyebab kematian reporter NHK Miwa Sato, setelah 4 tahun berlalu.

(Featured image: The Guardian.com)