Berita Jepang | Japanesestation.com

Ketika harga beras di Jepang mencapai rekor tertinggi, restoran dan perusahaan makanan beralih ke mie untuk memenuhi permintaan konsumen akan makanan yang lebih terjangkau. Lonjakan harga yang sebagian besar disebabkan oleh panen yang buruk, telah melipatgandakan harga beras dari tahun sebelumnya, sehingga mendorong perusahaan-perusahaan untuk memikirkan kembali menu dan strategi mereka.

Antworks Co, yang terkenal dengan jaringan restoran nasi babi Densetsu no Sutadonya, baru-baru ini membuka restoran ramen pertamanya di Tokyo. Dengan harga beras yang kini mencapai tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan beberapa tahun yang lalu, perusahaan ini mengatakan bahwa fokus hanya pada rice bowl sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Satu set mangkuk nasi babi yang dulunya seharga ¥630 pada tahun 2021 sekarang dijual seharga ¥890-dan dapat melebihi ¥1,000 jika kenaikan harga terus berlanjut. Sebaliknya, hidangan ramen lebih murah untuk diproduksi, dengan harga ¥100 hingga ¥150 lebih murah daripada mangkuk nasi.

Jaringan restoran besar juga beradaptasi. Yoshinoya Holdings Co, yang terkenal dengan beef bowl-nya, memperluas bisnis ramen di tengah pasar yang sudah jenuh. Wakil Presiden Eksekutif Norihiro Ozawa mencatat bahwa diversifikasi di luar beras dan daging membantu menstabilkan biaya bahan.

Tren ini tidak terbatas pada restoran. Supermarket juga mengalami peningkatan permintaan untuk produk mie. Penjualan udon beku meningkat sekitar 10% pada bulan April dan Mei, sementara penjualan sup udon dalam kemasan oleh Kikkoman juga mengalami peningkatan yang serupa.

Sementara itu, kebiasaan sarapan pagi mulai bergeser, dengan lebih banyak konsumen yang memilih roti, sereal, dan yogurt daripada makanan berbahan dasar nasi.

Dengan harga beras yang tetap mahal meskipun pemerintah telah mengeluarkan stok beras, banyak orang di industri makanan melihat mie dan makanan bergaya Barat sebagai alternatif yang praktis dan menguntungkan-untuk saat ini.